Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Akhlak Tercela

Tergesa-gesa (Bag. 2)

 Tergesa-gesa (Bag. 2)

Pada tulisan sebelumnya, kita telah membahas bahwa sifat tergesa-gesa ini adalah salah satu penyakit yang menjangkiti sebagian aktivis dakwah. Dalam artikel tersebut kita sudah menjelaskan maksud, bentuk, akibat dan beberapa faktor penyebabnya. Dalam tulisan ini, kita akan melanjutkan pembahasan seputar faktor penyebab ketergesa-gesaan, dan selanjutnya kita akan menyebutkan beberapa solusi untuk menjauhi sifat ini.

Di antara penyebab sifat tergesa-gesa lainnya sebagai berikut:

Bertindak jauh dari bimbingan orang-orang yang berpengalaman.

Hal ini bisa menyebabkan seseorang melakukan ketergesa-gesaan. Karena manusia dilahirkan dalam keadaan tidak memiliki ilmu sama sekali tentang kehidupan ini, seperti disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun." [QS. An-Nahl: 78]. Setelah itu ia mulai belajar melalui pendengaran, penglihatan dan hati yang Allah karuniakan kepadanya. Belajar tidak hanya dilakukan melalui buku saja, namun juga melalui pengalaman dan praktek kehidupan sehari-hari. Orang yang cerdas adalah orang yang bisa memanfaatkan pengalaman orang yang lebih dulu dari dirinya di jalan yang ia tempuh, untuk menghemat energi, waktu dan beban. Namun orang yang bersikap angkuh, menjauhi orang yang berpengalaman dan bergerak seorang diri, akan terjatuh pada banyak kesalahan; salah satunya melakukan tindakan ketergesa-gesaan.

Barangkali inilah rahasia kenapa Islam mewasiatkan agar kaum muslimin menghargai para ulama, orang-orang tua yang shalih dan juga orang memiliki kedudukan. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda: "Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling pandai membaca Al-Quran di antara mereka. Jika kepandaian membaca Al-Quran mereka sama, maka orang yang paling mengetahui sunnah; Seandainya pengetahuan tentang sunnah mereka sama, maka yang paling dulu berhijrah; Seandainya dalam berhijrah mereka juga sama, maka yang lebih dulu masuk Islam. Janganlah seseorang mengimami orang lain di daerah kekuasaannya; dan jangan pula duduk di rumahnya atas undangannya, kecuali dengan seizinnya."

Tidak menyadari sunnatullah di alam, pada diri manusia dan dalam penetapan Syariat.

Sikap tidak menyadari sunnatullah yang terdapat di alam semesta, pada diri manusia dan dalam penetapan Syariat juga bisa membuat seseorang melakukan tindakan ketergesa-gesaan. Sunnatullah pada alam di antaranya: Dia menciptakan langit dan bumi selama enam hari, lalu menciptakan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan secara bertahap. Padahal Dia mampu menciptakan semua itu dengan satu kata "kun" (jadilah) sebagaiman disinyalir dalam firman-Nya (yang artinya): "Sesungguhnya keadaan-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: 'Jadilah!' maka terjadilah ia. [QS. Yâsîn: 82]

Di antara sunnatullah di dalam diri manusia: Seorang manusia tidak akan berkorban dan memberi kecuali jika penyakit di batinnya sudah teratasi, segala ambisinya sudah hilang dan ia menyadari nilai serta faedah pengorbanan dan dedikasi. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya." [QS. Asy-Syams: 9-10]. Memperbaiki batin itu tidak mudah; harus ada usaha, waktu dan materi yang dikorbankan, agar ia terealisasi.

Di antara sunnatullah di dalam penetapan Syariat: Allah mengharamkan khamar melalui beberapa tahap, begitu juga riba. Jika aktivis dakwah atau da`i melupakan hal ini, maka ia akan terbawa pada tindakan tergesa-gesa. Namun, selama sunnatullah ini ia sadari dalam pikiran dan hatinya, maka jiwanya akan tenang, geraknya akan terkendali, sehingga tahu sikap yang paling sesuai untuk dirinya.

Lupa terhadap tujuan yang ingin dicapai seorang muslim.

Lupa terhadap sasaran yang ingin dicapai oleh seorang muslim juga bisa membuat seseorang bertindak dengan tergesa-gesa. Karena pada dasarnya, setiap usaha yang dilakukan oleh seorang muslim adalah dalam rangka mencari keridhaan Allah. Hal itu bisa diwujudkan hanya dengan komitmen dengan Syariat-Nya, tidak melalaikannya, kemudian konsisten dan ikhlas mengamalkannya, sesuai dengan kemampuan si hamba, sampai ajal datang menjemputnya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya". [QS. Al-Kahf: 110];

· "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…" [QS. At-Taghâbûn: 16]

Yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada Hari Kiamat kelak adalah usaha-usaha yang dilakukan. Selamat atau tidaknya seorang muslim tergantung pada pertanggungjawaban tersebut. Sedangkan hasilnya, dikokohkan atau tidaknya agama ini tidak akan diminta pertanggungjawaban di sisi-Nya. Karena masalah hasil ada di tangan Allah, yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dengan cara yang Dia kehendaki pula. Seandainya seorang aktivis atau da`i melupakan hakikat ini, maka dipastikan, ia akan terjerumus pada tindakan tergesa-gesa.

Melupakan sunnatullah terhadap ahli maksiat dan orang yang mendusatakan kebenaran.

Adakalanya seseorang bertindak tergesa-gesa lantaran ia lupa terhadap sunnatullah terhadap ahli maksiat dan orang-orang yang mendustakan kebenaran, yaitu: Allah memberi tangguh dan tidak tergesa-gesa dalam menindak mereka. Hal ini disinyalir Allah dalam firman-Nya (yang artinya):

· "Dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku sangat teguh." [QS. A`râf: 183];

· "Dan Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Akan tetapi bagi mereka ada waktu yang ditentukan (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya." [QS. Al-Kahf: 58].

· Di antara sunnatullah terhadap mereka juga ialah bahwa jika Dia menyiksa mereka, maka Dia tidak akan membiarkan mereka lolos. Hal itu sebagaimana disinyalir dalam firman-Nya (yang artinya):

· "Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras." [QS. Hûd: 102];

· "Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah)." [QS. Al-Anfâl: 59].

· Di antara sunnatullah, Allah menjadikan hari-Nya tidak sama dengan hari-hari yang kita lalui. Hal itu disinggung dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan. Padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." [QS. Al-Hajj: 47]

Seandainya aktivis muslim dan para da`i tidak menyadari beberapa sunnatullah di atas maka mereka akan terjebak ke dalam ketergesa-gesaan, dan akan mengatakan: Kita mencegah, sebelum keadaan orang-orang zalim itu bertambah buruk dan sebelum mereka memegang kendali segala sesuatu, sehingga mereka sulit dijauhkan dari kehidupan umat.

Bersahabat dengan orang yang tergesa-gesa dan tidak bersikap penuh pertimbangan

Kadang bergaul dengan orang memiliki pola hidup tergesa-gesa dan tidak mempertimbangkan segala sesuatu dalam berbuat, bisa menyebabkan seseorang jatuh pada tindakan ketergesa-gesaan. Karena tabiat manusia akan menular; dan seseorang sesuai dengan agama sahabat karibnya. Seorang muslim yang tidak pandai memilih teman akan mengikuti pemikiran dan perilaku siapa yang menjadi temannnya, terutama jika temannya itu memiliki kepribadian yang kuat dan dominan, dan kepribadian tergesa-gesa di antaranya. Barangkali karena besarnya pengaruh seorang teman, Islam sangat menekankan ketelitian dan kejujuran dalam memilih teman dan sahabat.

Itulah beberapa faktor yang mendorong seseorang berprilaku tergesa-gesa.

Cara Mengatasi Sifat Tergesa-Gesa

Karena kita telah mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan seseorang melakukan ketergesa-gesaan, maka kita akan lebih mudah mengetahui cara mengatasi penyakit ini. Caranya sebagai berikut:

1. Memikirkan dengan matang pengaruh dan konsekuensi tindakan yang dilakukan dengan tergesa-gesa. Yang demikian, membuat jiwa kita menjadi tenang dan mendorong kita untuk berhati-hati dan mempertimbangkan segala sesuatu dalam berbuat.

2. Selalu mempelajari Kitabullah (Al-Quran) membuat kita memahami sunnatullah di alam ini, di dalam diri kita dan juga dalam cara-Nya menetapkan Syariat. Dengan mengkaji Al-Quran kita juga tahu sunnatullah terhadap ahli maksiat dan orang-orang yang mendustakan kebenaran. Mengetahui hal ini akan membuat jiwa kita tenteram, mendorong kita untuk bersikap penuh pertimbangan dan tenang. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Kelak akan aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kalian tergesa-gesa meminta kepada-Ku (untuk mendatangkannya)." [QS. Al-Anbiyâ': 37];

· "Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." [QS. Al-Baqarah: 2];

· "Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus." [QS. Al-Isrâ': 9]

3. Selalu membaca hadits dan sirah nabawiyah. Hal ini membuat kita mengetahui besarnya kesulitan dan ujian yang dialami Baginda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan bagaimana beliau menghadapi semua itu dengan kesabaran, bukan dengan ketergesa-gesaan. Sehingga pada akhirnya, beliau dan risalah yang dibawanya memperoleh kemenangan.

Adalah sesuatu yang dimaklumi, memahami semua itu bisa membantu mengendalikan gerak seorang muslim, dalam rangka meneladani dan mencontohi Baginda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." [QS. Al-Ahzâb: 21]

4. Mengkaji buku-buku biografi dan sejarah. Hal ini akan membuka wawasan kita mengenai jalan yang ditempuh oleh para da`i dan ulama salaf dalam menghadapi kebatilan. Mereka mempertimbangkan dan bersikap tenang sampai Allah membukakan jalan untuk mereka. Wawasan ini pada akhirnya akan mendorong kita untuk mengikuti dan meneladani mereka. Minimal kita meniru dan menyerupai mereka. Seorang penyair mengatakan, "Maka tirulah oleh kalian orang-orang besar, meskipun kalian tidak mampu berbuat seperti mereka. Sesungguhnya meniru orang-orang besar adalah sebuah keberhasilan."

5. Bertindak di bawah arahan orang-orang yang berpengalaman, yang lebih dulu bergerak di medan dakwah. Hal itu membuat para aktivis dakwah melangkah dengan langkah yang jelas dan pasti, juga membuatnya bisa menghemat tenaga, waktu dan biaya.

6. Bergerak melalui program dan metode yang memiliki unsur dan rambu-rambu yang jelas, dan mencakup seluruh dimensi kehidupan, mengarahkan seorang aktivis dakwah dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari satu fase ke fase berikutnya. Hal itu membuat rasa ingin tahunya teratasi dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikirannya terjawab, dan derajatnya pun semakin meningkat.

7. Memahami siasat dan konspirasi musuh dengan teliti dan sempurna mendorong para aktivis dakwah untuk memikirkan konsekuensi dari segala sesuatu, bersabar dan berlaku bijak dan dengan ilmu.

8. Menjauhi rasa takut dikuasai musuh dan semakin kokohnya kendali mereka terhadap dunia Islam. Semua yang ditakutkan itu bisa hilang dalam sekejap, karena tidak ada yang sulit bagi Allah. Hal sebagaimana disinyalir Allah dalam firman-Nya (yang berarti):

· "Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya." [QS. Âli `Imrân: 197];

· "Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menyesatkan perbuatan-perbuatan mereka." [QS. Muhammad: 1];

· "Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan." [QS. Al-Anfâl: 36]

Namun semua ini terwujud dengan syarat kita menerapkan Islam di dalam diri kita dan orang-orang sekitar kita dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Hai orang-orang mukmin, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian." [QS. Muhammad: 7];

· "Dan Allah menjanjikan untuk orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun." [QS. An-Nûr: 55]

9. Berjuang dan melatih diri untuk bersikap perlahan, penuh pertimbangan dan memikirkan segala sesuatu dengan matang. Sebagaimana dikatakan para ulama, sesungguhnya sifat lemah lembut didapatkan dengan latihan; barang siapa melatih diri untuk bersabar, maka Allah akan mengaruniakan kepadanya sifat sabar. Begitu juga, kepribadian yang kokoh tidak akan didapatkan kecuali dengan perjuangan seperti ini.

10. Menyadari tujuan dan sasaran yang harus dicapai oleh seorang muslim dapat juga mencegah seseorang bertindak tergesa-gesa, dan mendorongnya membaguskan usaha dan berhenti sampai di situ, dan tidak memusingkan hasilnya.

11. Menyadari sikap seorang muslim yang seharusnya terhadap kemungkaran dan mengkaji cara mengubahnya. Hal itu membuat seseorang memahami rambu-rambu yang mesti ia pertimbangkan, dan mencegahnya melakukan ketergesa-gesaan.

Inilah beberapa langkah untuk menghindari sifat tergesa-gesa.

Da`i antara Futur dan Ketergesa-gesaan

Dari penjelasan dalam artikel ini tentang sikap tergesa-gesa dan penjelasan mengenai sikap futur (kelesuan) dalam artikel penulis yang lain, kita mengetahui bagaimana seharusnya sikap seorang da`i. Seorang da`i harus bersikap moderat (menengah), antara sikap future (lesu) dan tergesa-gesa. Dengan kata lain, dalam masalah usaha ia ibarat seekor lebah yang selalu bergerak dan bekerja, tidak lalai dan menunda-nunda apa yang bisa ia lakukakan serta tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sedangkan terhadap hasil dari usaha tersebut, ia bersikap tenang dan sabar serta tidak tergesa-gesa mendapatkannya sebelum datang waktunya. Karena jika tidak, maka ia akan dihukum dengan tidak mendapatkan hasil itu sama sekali.

Demikianlah, jangan sampai pergerakan Islam era modern lupa terhadap realita dakwah yang diuntai dalam kata-kata indah berikut ini: Sesungguhnya medan kata-kata tidak sama dengan medan khayalan; medan amal tidak sama dengan medan kata-kata; medan jihad tidak sama dengan medan amal; dan medan jihad yang benar tidak sama dengan medan jihad yang salah.

Adalah mudah bagi kebanyakan orang untuk mengkhayal, namun tidak semua khayalan yang ada di dalam pikiran bisa diungkapkan dengan kata-kata. Banyak orang yang bisa berkata, namun hanya sedikit dari mereka yang bisa membuktikannya di dalam perbuatan; dan lebih sedikit lagi yang bisa berjihad dan memikul tanggung jawab yang berat. Para mujahid tersebut, yang merupakan orang-orang pilihan Allah, kadang melakukan kesalahan, jika mereka tidak mendapatkan pertolongan dari Allah. Kisah jihad Thâlûth adalah sebagai contoh dalam masalah ini.

Oleh sebab itu, maka persiapkanlah diri Anda dan didiklah ia dengan pendidikan yang benar dan ujian yang teliti. Ujilah ia dengan amal yang berat yang tidak Anda sukai. Jauhkanlah ia kendali syahwat, kebiasan dan tradisinya. Jangan Anda lewatkan satu detik berlalu, kecuali Anda mengisinya dengan amal. Jika sudah demikian, maka pertolongan dan bantuan serta kemenangan dari Allah akan datang.

Artikel Terkait