Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi dan Rasul paling mulia, Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Sudah diketahui secara umum tentang besarnya pahala orang yang memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa. Kita juga sudah tahu tentang keistimewaan puasa dan orang-orang yang berpuasa dalam pandangan Allah—`Azza wajalla. Karena itu, pahala orang yang memberi makan berbuka juga besar, sesuai dengan keistimewaan puasa itu sendiri. Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun." [HR. At-Tirmidzi; menurut Al-Albâni: shahîh]
Jadi, orang yang memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya sama sekali.
Kalangan salafush shalih dahulu sangat bersemangat memberi makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa. Hal ini pun—alhamdulillâh—masih terus diteladani dan menjadi kebiasaan umum hingga saat ini. Kebiasaan luhur ini terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dahulu, banyak tokoh dari kalangan salafush shalih yang rela memberikan makanan berbuka milik mereka kepada para fakir miskin untuk menyenangkan hati mereka atau karena lebih mengutamakan fakir miskin itu daripada diri mereka sendiri.
Di antara kisah salafush shalih tentang hal itu adalah apa yang dituturkan oleh Ibnu Rajab—Semoga Allah merahmatinya—berikut ini: "Ibnu Umar, apabila berpuasa, tidak akan berbuka kecuali bersama orang-orang miskin. Jika ia dihalangi oleh keluarganya untuk melakukan hal itu, ia tidak akan makan malam pada hari itu. Saat datang peminta-minta ketika ia sedang makan, ia mengambil bagian makanannya lalu bangkit dan memberikannya kepada peminta-minta itu. Ketika kembali ke meja hidangan, keluarganya sudah menyantap semua makanan, sehingga hari itu ia pun berpuasa, tanpa makan apa-apa sama sekali."
Pada suatu hari, salah seorang tokoh generasi salaf berpuasa dan sangat menginginkan makanan tertentu ketika berbuka puasa. Ketika waktu berbuka tiba, ia pun meletakkan makanan yang ia inginkan itu di hadapannya. Namun sebelum sempat menyantapnya, tiba-tiba ia mendengar seorang peminta-minta berkata, "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Dzat Yang Mahakaya dan Maha menepati janji?" Ia segera menjawab, "Hamba-Nya yang tidak memiliki kebaikan sama sekali." Lalu ia bangkit sambil membawa piring yang berisi makanan itu dan memberikannya kepada peminta-minta tersebut, sehingga ia pada malam itu tidur dalam kondisi kelaparan.
Pada suatu hari, seorang peminta-minta mendatangi Imam Ahmad. Imam Ahmad pun memberikan dua buah roti yang ia siapkan untuk berbuka puasa, sehingga pada malam itu, ia sendiri tidur dalam kondisi lapar, dan di pagi harinya ia kembali berpuasa.
Al-Hasan Al-Bashri sering menghidangkan makanan kepada teman-temannya di saat ia sendiri sedang berpuasa sunnah. Ketika mereka sedang menyantap makanan yang dihidangkannya, ia sendiri duduk bercengkerama dengan mereka.
Ibnul Mubarak juga sering memberi makanan berbentuk kue-kue dan sebagainya kepada teman-temannya ketika dalam perjalanan, sedangkan ia sendiri dalam keadaan berpuasa. [Lihat: Lathâ'iful Ma`ârif, karya Ibnu Rajab]
Tidak aneh jika seperti ini perilaku orang-orang yang beriman dengan tulus kepada Allah—`Azza wajalla—dan benar-benar meneladani akhlak Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Karena Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—merupakan orang yang paling dermawan. Dan kedermawanan beliau berlipat ganda ketika berada di bulan Ramadhan. Hal itu disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya, ia berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, di saat Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan untuk menyimakkan bacaan Al-Quran beliau. Sungguh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—lebih dermawan memberikan apa yang beliau miliki melebihi angin yang berhembus." [HR. Al-Bukhâri]
Ibnu Rajab—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Kedermawanan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—di bulan Ramadhan berlipat ganda dibandingkan bulan-bulan lain, sebagaimana karunia Allah di bulan ini juga berlipat ganda. Allah memang telah menitiskan akhlak mulia yang Dia cintai pada karakter pribadi beliau." [Lathâ'iful Ma`ârif]
Ibnu Rajab menyebutkan sejumlah hal yang menjelaskan alasan kedermawanan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—di bulan Ramadhan ini, di antaranya adalah:
1. Karena kemuliaan waktu dan dilipatgandakannya pahala pada bulan ini;
2. Demi membantu orang-orang yang berpuasa, orang-orang yang melakukan shalat Tarawih, dan orang-orang yang berzikir. Karena orang yang membantu mereka pasti mendapatkan pahala seperti mereka. Sebagaimana orang yang membekali mujahid yang berperang di jalan Allah mendapatkan pahala yang sama dengan si mujahid. Demikian pula orang yang menjaga keluarga para mujahidin saat berperang di jalan Allah, juga mendapatkan pahala seperti mujahid itu.
3. Karena orang yang berpuasa meninggalkan makanan dan minuman karena Allah. Membantu orang-orang yang berpuasa dengan cara memberi mereka makanan dan minuman yang dapat menguatkan tubuh mereka dalam berpuasa, nilainya sama dengan mengekang hawa nafsu karena Allah dan mengutamakan orang lain. Karena itulah disyariatkan kepada beliau untuk memberi makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa ketika beliau berbuka. Karena ketika itu, makanan menjadi sesuatu yang beliau ingini, namun beliau harus menyisihkan sebagiannya untuk menghibur orang lain, sehingga beliau pun masuk ke dalam golongan orang-orang yang memberi makanan kepada orang lain padahal mereka sendiri menyukai makanan itu. Dan tindakan seperti ini juga mengandung ungkapan syukur kepada Allah atas nikmat dibolehkannya makan dan minum setelah sebelumnya dilarang dalam puasa, karena besarnya suatu nikmat baru akan diketahui ketika kita dilarang untuk mendapatkannya. Seorang ulama salaf pernah ditanya, "Mengapa puasa disyariatkan?" Ia menjawab, "Agar orang kaya mengetahui rasa lapar, sehingga ia tidak lupa kepada orang yang kelaparan." Dan ini merupakan salah satu hikmah dan faedah puasa. [Lathâ'iful Ma`ârif]
Selamat untuk orang-orang yang di hati mereka Allah tanamkan rasa cinta kepada kebaikan, sehingga mereka merasa bahagia dan tenang ketika memberikan kegembiraan kepada para fakir miskin dan membuat anak-anak mereka tersenyum. Mereka mengetahui betul keagungan bulan ini dan keagungan pahala orang yang bersedekah di dalamnya. Mereka juga mengetahui kadar kebutuhan saudara-saudara mereka yang fakir kepada sumber-sumber bantuan, seperti program makanan berbuka pada bulan Ramadhan, baik dalam bentuk buka bersama di mesjid, maupun makanan siap saji yang dibagikan ke rumah-rumah, atau bahan makanan yang dibagikan kepada keluarga-keluarga miskin.
Betapa banyak janda-janda, anak-anak yatim, orang tua renta, dan fakir miskin yang tidak memiliki makanan untuk berbuka puasa. Sehingga ketika mereka mendapatkannya melalui program buka puasa, mereka pun mengangkat tangan mereka berdoa untuk si dermawan yang baik hati, dengan disertai linangan air mata karena rasa bahagia. Alangkah indahnya pemandangan yang tercipta di bulan Ramadhan ini; pemandangan tentang kebaikan, kebajikan, dan belas kasih kepada fakir miskin. Sungguh ini merupakan wujud nyata dari rasa saling mengasihi, semangat persaudaraan, rasa cinta, rasa sayang, dan spirit pengorbanan antar satu tubuh Umat.
Memberi makanan berbuka bukan hanya terbatas untuk orang-orang fakir dan miskin saja, namun dapat diberikan kepada seluruh orang muslim yang berpuasa, baik miskin maupun kaya. Bagi orang yang kaya, makanan berbuka yang ia terima itu ibaratnya adalah sebuah hadiah.
Pahala memberi makan berbuka ini dapat diperoleh oleh siapa pun. Pahala ini tidak memerlukan biaya yang besar dan tidak memerlukan berbagai ragam makanan yang mewah. Pahala ini dapat diperoleh walaupun hanya dengan seteguk air putih atau setengah biji kurma. Alangkah pemurahnya Allah, Dia menerima amalan yang sedikit lalu membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan kebaikan, seberapa pun kecilnya.
Bersegeralah menjalankan program-program Ramadhan semacam ini, dan bantulah setiap orang yang menjalankannya, karena itu termasuk ibadah teragung yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ.