Kakak perempuan saya hamil pada bulan Ramadhân sebelum tahun lalu, dan karena tidak bisa berpuasa, ia pun berbuka. Setelah itu, ia melahirkan, Alhamdulillâh, namun setelah melahirkan, ia belum bisa berpuasa karena harus menyusui bayinya, dan ia juga ditimpa sakit pada masa tersebut. Kemudian datanglah bulan Ramadhân berikutnya, dan ia ketika itu telah sembuh, Alhamdulillâh, sehingga ia dapat berpuasa. Tapi bagaimana dengan puasa Ramadhânnya sebelum itu yang belum bisa ia qadhâ'? Apakah ia harus meng-qadhâ'-nya sekarang dengan berpuasa setiap hari ataukah boleh terputus-putus? Ataukah ia harus berpuasa dan membayar kafarat, atau bagaimana?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Kakak perempuan Anda itu wajib meng-qadhâ' puasa Ramadhân yang ia tinggalkan pada masa yang lalu itu. Jika ia terlambat meng-qadhâ'-nya sampai masuk Ramadhân berikutnya karena suatu halangan, maka ia tidak dibebani kewajiban lain selain qadhâ'. Tapi jika ia terlambat tanpa disebabkan halangan apa-apa, maka ia wajib bertobat kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan juga wajib membayar kafarat untuk setiap hari puasa yang terlambat ia qadhâ'. Ia tidak wajib meng-qadhâ' semua hari puasa yang ia tinggalkan itu secara berturut-turut, tapi boleh meng-qadhâ'-nya secara terputus-putus (bertahap).
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan