Dalam Al-Quran Allah—Subhânahu wata`âlâ—memuji orang-orang yang senantiasa berdzikir kepada-Nya. Di dalam Al-Quran terdapat seruan yang ditujukan kepada hamba-hamba yang beriman untuk banyak berdzikir kepada Allah, serta mewanti-wanti agar tidak lalai dari dzikir kepada-Nya. Hal itu tidak lain karena mereka sangat butuh terhadap dzikir. Sedikit pun mereka tidak bisa lepas dari dzikir. Allah—`Azza wajalla—telah berfirman (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya." [QS. Al-Ahzâb: 41]. Dia juga telah berfirman (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi." [QS. Al-Munâfiqûn: 9]
Dzikir dapat mengusir syetan, memperoleh ridha ilahi, mengilangkan kegundahan, menimbulkan kecintaan Allah terhadap hamba-Nya, melunakkan kerasnya hati, mendapatkan keberkahan waktu, dan lain-lain.
Tujuan dari disyariatkannya semua amalan dan ibadah dalam Islam adalah untuk mengingat Allah (dzikrullah). Allah telah berfirman (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." [QS. Thâhâ: 14]. Dalam ayat lain Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga berfirman (yang artinya): "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." [QS. Al-`Ankabût: 45]. Dan tujuan yang paling agung dari menunaikan ibadah haji adalah untuk mengingat Allah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan." [QS. Al-Hajj: 28]. Dalam surat lain Allah juga telah berfirman (yang artinya): "Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. Maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`aril Haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepada kalian, dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu." [QS. Al-Baqarah: 198-200]. Tidaklah disyariatkan thawaf mengelilingi Ka`bah, sa`i di antara Shafâ dan Marwah, melempar jumrah, atau menyembelih kurban kecuali untuk berdzikir kepada Allah. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah—Semoga Allah meridhainya—, bahwasannya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sesungguhnya disyariatkannya thawaf mengelilingi Ka`bah, sa`i di antara Shafâ dan Marwah, serta melempar jumrah, tidak lain adalah untuk mengingat Allah." [HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya]
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Nubaisyah Al-Hudzali juga disebutkan bahwasannya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Hari Tasyrîq adalah hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah." [HR. Muslim]
Dari sini kita mengetahui keagungan dan ketinggian kedudukan dzikir dalam haji. Dalam haji, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—melakukan banyak doa, pujian, dan dzikir. Sejak keluar dari Madinah hingga kembali beliau tidak pernah berhenti berdzikir. Bibir beliau tidak pernah kering dari melantunkan dzikir kepada Allah. Beliau tak henti-hentinya memperbanyak pujian kepada Dzat yang berhak untuk menerima pujian dengan mengumandangkan talbiyah, takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid dalam setiap keadaan, baik ketika berjalan kaki, atau berkendaraan. Hal tersebut nampak dengan jelas bagi orang yang membaca dan mengamati bagaimana Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menunaikan ibadah haji.
Dzikir haji yang paling utama adalah bacaan talbiyah. Sebab talbiyah adalah ciri khas haji, sebagaimana sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—yang berbunyi, "Haji yang paling utama adalah yang dilakukan dengan mengeraskan bacaan talbiyah (al-`ajju), serta menyembelih kurban (ats-tsajju)." [HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya]
Sedangkan bacaan dzikir yang paling utama adalah Lâ ilâha illallâh (tidak ada tuhan selain Allah), Alhamdu lillâh (segala puji bagi Allah), Subhânallâh (Maha Suci Allah), dan Allâhu akbar (Allah Maha Besar), itu semua adalah amalan-amalan yang kekal lagi shalih. Termasuk bacaan dzikir adalah Subhânallâh wa bihamdih (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya). Barang siapa membacanya 100 kali, maka semua dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.
Termasuk bacaan dzikir juga adalah Subhânallah wa bihamdih (Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya), Subhânallâhil `azhîm (Maha Suci Allah yang Maha Agung). Keduanya adalah dua kalimat yang ringan diucapkan, namun berat dalam timbangan, serta disukai oleh Ar-Rahmân.
Termasuk bacaan dzikir yang agung juga adalah Lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîka lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa `ala kulli syai'in qadîr (Tidak ada Tuhan kecuali Allah Dzat Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Dan barang siapa membaca bacaan tersebut setiap hari sebanyak 10 kali, maka seakan-akan ia telah memerdekakan empat jiwa dari anak Isma`il. Barang siapa membacanya 100 kali, maka seolah-oleh ia telah memerdekakan 10 jiwa, dicatat baginya seratus kebaikan, dikurangi seratus keburukan, serta mempunyai pelidung dari syetan pada hari itu.
Termasuk bacaan dzikir juga adalah Lâ haula walâ quwwata illâ billâh (Tiada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Ia adalah sebagian dari harta karun surga yang mempunyai pengaruh menakjubkan ketika seseorang sedang menanggung beban berat atau mengalami ketakutan.
Sebagian dari tempat-tempat untuk berdzikir dalam prosesi ibadah haji adalah berdzikir ketika berada di Shafa dan Marwah. Disebutkan dalam Shahîh Muslim bahwasannya Jâbir—Semoga Allah meridhainya—pada saat menjelaskan bagaimana Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menunaikan ibadah haji, ia berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—memulai dari Shafa. Beliau naik ke atasnya hingga melihat Ka`bah. Kemudian menghadap kiblat seraya membaca tahlil dan takbir. Lalu membaca "Lâ ilâha illallâh, wahdahu lâ syarîka lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa `ala kulli syai'in qadîr, lâ ilâha illallâhu wahdah, anjaza wa`dah, nashara `abdah, wa hazamal ahzâba wahdah" (Tiada sesembahan (yang patut disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala puji, Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Tiada tuhan (yang patut disembah) kecuali Allah semata, yang telah memenuhi janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan menghancurkan pasukan ahzab sendirian).
Termasuk dzikir juga adalah mengucapkan syahadah tauhid dengan ikhlas dan tulus pada hari Arafah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abdullah Ibnu Amr—Semoga Allah meridhainya, bahwasannya Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Doa yang paling baik adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik apa yang aku dan nabi-nabi sebelumku ucapakan adalah Lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîka lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa `ala kulli syai'in qadîr (Tiada sesembahan (yang patut disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala puji, Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu)."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pada hari Arafah adalah Lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîka lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa `ala kulli syai'in oadîr (Tiada sesembahan (yang patut disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala puji, Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu)."
Di antara kesempatan yang tidak boleh disia-siakan oleh orang-orang yang sedang berhaji adalah berdzikir di Muzdalifah setelah fajar hingga menjelang matahari terbit. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepada kalian; dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat." [QS. Al-Baqarah: 198]
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir—Semoga Allah meridhainya, yang menjelaskan sifat haji Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dikatakan, "Kemudian Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menaiki Al-Qashwâ' (nama unta beliau) hingga sampai di Masy`aril Haram, lalu beliau menghadap kiblat. Kemudian beliau berdoa, membaca takbir, tahlil, dan mengesakan Allah. Kemudian terus berdiri hingga menjelang matahari terbit."
Dan yang tidak boleh disia-siakan juga adalah memperbanyak dzikir kepada Allah setelah menyelesaikan semua manasik haji. Hal itu berdasarkan firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu." [QS. Al-Baqarah: 200]
Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Dahulu ketika masyarakat jahiliah melakukan wuquf pada musim haji, seseorang di antara mereka berkata, 'Dahulu ayahku suka memberi makan, membayar denda, dan membayar diyat.' Hanya perbuatan nenek moyang mereka yang selalu mereka ingat. Maka kemudian Allah menurunkan ayat kepada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—(yang artinya): "Dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu." Istighfar adalah doa yang paling ditekankan. Sebab ia adalah penutup semua amal shalih. Orang-orang yang mempunyai keinginan kuat dan hati yang lurus akan banyak melakukan istighfar setelah mereka mengerjakan sebuah ibadah. Sebab mereka mengetahui kekurangan mereka dalam melaksanakan ibadah tersebut, serta tidak mendirikan kewajiban terhadap Allah yang sesuai dengan keagungan dan keperkasaan-Nya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada tamu-tamu yang sedang mengunjungi Baitullah dan melaksanakan ibadah haji untuk meminta ampunan setelah mereka meninggalkan Arafah. Sebab saat itu saat yang paling agung. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Baqarah: 199]
Oleh karena itu wahai Saudarku yang sedang menunaikan ibadah haji, hendaknya Anda menggunakan waktu Anda untuk berdzikir kepada Allah. Janganlah lisan Anda merasa bosan untuk mengingat-Nya. Perbanyak dzikir Anda dalam keadaan apapun, baik di kala sendiri, di kala berjalan atau berkendaraan, terlebih pada saat Anda melakukan ikhram, thawaf, sa`i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan melempar jumrah. Dengan berdzikir maksud dari ibadah yang ditujukan kepada Allah akan tercapai. Dzikir juga dapat membantu Anda dalam melakukan manasik haji. Jadi, ingat kepada Allah adalah tujuan yang paling agung dari sebuah ibadah. Berkah dan manfaat sebuah ibadah akan tercapai dengan berdzikir secara kontinyu, dengan mencerna apa yang diucapkan dalam dzikir tersebut, dengan menjaga dzikir pagi dan sore, dzikir mutlak dan terbatas, serta waspada terhadap bid`ah-bid`ah di dalamnya, yang bertentangan dengan syariat. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita dalam berdzikir, bersyukur dan melaksanakan ibadah dengan baik kepada-Nya.