Diriwayatkan dari Zaid Ibnu Khâlid Al-Juhni—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Barang siapa yang memberi makanan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, dengan tidak sedikitpun tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa itu." [HR. At-Tirmîdzi, Menurutnya: shahih]
Dalam riwayat yang lain: 'Barang siapa yang memberi makan dan minum kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu." [HR. Ath-Thabrâni]
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa suatu ketika ia diundang untuk berbuka oleh seorang perempuan dan beliaupun menghadirinya. Kemudian ia berkata, "Saya beritahu engkau bahwa tak seorang pun laki-laki berbuka puasa di suatu keluarga, melainkan bagi keluarga itu pahala seperti pahala laki-laki yang berpuasa itu." Lalu perempuan itu berkata, "Saya berharap kalau Anda sering datang berbuka puasa di rumah saya." Abu Hurairah menjawab, "Aku ingin menjadikan hal itu di keluargaku." [HR. Abdurrazzâq]
Kandungan Hadits dan Hukum-Hukum
1. Kemurahan Allah—Subhânahu wata`âlâ—yang membuka peluang kebaikan dan amal shalih bagi mereka. Selain itu, anjuran untuk berbuat baik kepada manusia, dan disiapkannya pahala yang besar untuk itu.
2. keutamaan memberi makan kepada orang yang berbuka, dan bahwa orang yang memberi ia makan, akan mendapatkan pahala puasa seperti orang yang berpuasa itu.
3. Allah—Subhânahu wata`âlâ—akan memberikan pahala orang yang memberi makanan kepada orang yang berbuka dari sisi-Nya, bukan dari pahala puasa orang yang berpuasa, sehingga pahala orang yang berpuasa itu tidak berkurang sedikitpun. Dan hal ini adalah bukti kemurahan dan kemuliaan Allah—Subhânahu wata`âlâ.
4. Dalam hadits ini terdapat keterangan tentang disyariatkannya menerima undangan untuk berbuka puasa, dan bahwa menolaknya dengan alasan menjaga diri atau takut pahalanya berkurang tergolong sikap keras kepala dan berlebih-lebihan dalam beragama, karena pahala orang yang berpuasa tidak akan berkurang dengan ia berbuka di rumah orang yang mengundangnya, kecuali kalau memang undangan dikhususkan bagi orang-orang miskin, sementara ia adalah orang kaya.
5. Dalam hadits ini terdapat keterangan disyariatkannya berbuat baik kepada keluarga dan kerabat dekat, serta menyenangkan hati mereka dengan menerima undangannya dan berbuka di rumah mereka, agar mereka mendapatkan pahala. Hal ini sebagaimana yang dilakukan olah Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya.
6. Seyogyanya bagi orang yang memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa berniat ingin mendapatkan pahala memberi buka puasa, menghormati saudaranya dengan menyuguhkan makanan kepadanya, terutama jika saudaranya tersebut adalah orang miskin.
7. Memberi buka puasa bisa dilakukan dengan memanggil orang yang berpuasa untuk datang ke rumah, atau memasak makanan dan mengantarkannya ke rumah orang yang berpuasa tersebut, atau membelikan makanan untuknya. Dan harus menjauhi sikap berlebihan dalam hal ini, apalagi dengan banyaknya tempat-tempat berbuka puasa gratis akhir-akhir ini.
8. Jika seseorang memberikan seorang miskin sejumlah uang untuk membeli makanan, kemudian orang itu membeli makanan dengan sebagian uang tersebut dan menyimpan sisanya untuk keperluan yang lain, maka hal ini insyaallah termasuk ke dalam hadits memberi buka puasa ini, di samping merealisasikan kemaslahatan lain bagi orang miskin itu dengan menyimpan sebagain uang yang akan bermanfaat baginya.