Ibnu Mâjah

03/11/2024| IslamWeb

Sungguh menakjubkan! Ini ternyata tanah Persia yang pada awalnya sebuah negeri kafir, namun sekarang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dan pembela Islam. Dari tanahnya banyak muncul ulama hadits dan fuqaha besar yang menjaga sunnah Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan atsar para shahabat beliau. Dengan demikian, terwujudlah berita yang disampaikan oleh Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Berita itu disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abû Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa ia berkata, "Pada suatu ketika, kami duduk bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Saat itu, diturunkanlah surat Al-Jumu`ah kepada beliau. Dalam surat itu terdapat ayat (yang artinya): 'Dan (juga) kepada kaum lain dari mereka yang belum bergabung dengan mereka'. [QS. Al-Jumu`ah: 3]. Aku bertanya, 'Siapakah mereka wahai Rasulullah?' Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak menjawab pertanyaan itu sampai aku bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian meletakkan tangan beliau di tubuh Salmân Al-Fârisi—Semoga Allah meridhainya, seraya bersabda, "Seandainya iman itu berada di atas bintang kejora, niscaya ia tetap akan diperoleh oleh banyak orang dari golongan mereka ini (bangsa Persia)." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Abû `Abdillâh Muhammad ibnu Yazîd Al-Qazwaini yang dikenal dengan Ibnu Mâjah dilahirkan di Qazwain, Azerbaijan, pada tahun 209 H. Mâjah merupakan gelar salah seorang kakeknya. Ia dilahirkan pada masa kekhalifahan Al-Ma'mûn yang bertabur imam besar dalam ilmu fiqih dan hadits. Negeri Qazwain dikuasai kaum muslimin pada zaman kekhalifahan `Utsman ibnu `Affân—Semoga Allah meridhainya—pada tahun 24 H. Dari rahim negeri itu terlahir muhaddits-muhaddits (para ahli hadits) besar yang mengfapal hadits-hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan menyebarkannya kepada orang banyak.

Ibnu Mâjah menghafal Al-Quranul Karim dan mempelajari hadits Nabi yang mulila kepada syaikh-syaikh dan para muhaddits besar, seperti Ismâ`îl ibnu Taubah A-Qazwaini, seorang ahli hadits dan faqih terkenal. Juga kepada Hârûn ibnu Mûsâ ibnu Hayyân At-Tamîmi, Ali ibnu Muhammad Abul Hasan Ath-Thanâfisi, dan lain-lain.

Ibnu Mâjah melakukan perjalanan menuntut ilmu dari satu negeri ke negeri lainnya untuk mendengarkan (mempelajari) hadits-hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Ia pergi ke Khurasan, Iraq, Hijaz, Mesir, Syam, dan berbagai negeri lainnya. Setelah itu, ia kembali ke kampungnya, Qazwain, dan menghabiskan sisa umurnya di sana untuk menyebarkan hadits. Ia meninggal di masa pemerintahan Al-Mu`tamid `Alallâh pada hari Senin, 22 Ramadhan 273 H., dan dikuburkan sehari setelahnya, dalam usia sekitar 64 tahun.

Ibnu Mâjah memilliki banyak karya tulis dalam bidang tafsir dan sejarah. Namun bukunya yang paling populer adalah kitab Sunan Ibnu Mâjah yang karena itu ia dianugerahi gelar Al-Imâm dalam bidang hadits yang mulia. Kitab Sunan ini termasuk salah satu kitab hadits yang muktabar (pegangan) menurut ulama-ulama hadits, sekaligus merupakan salah satu kitab hadits yang enam, yaitu: Shahîh Al-Bukhâri, Shahîh Muslim, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abu Dâwûd, dan Sunan Ibnu Mâjah. Kitab Sunan Ibnu Mâjah mengandung banyak hadits yang tidak diriwayatkan oleh kitab-kitab hadits lain. Kitab ini memuat sekitar 4000 hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam.

[Sumber: Ensiklopedia Keluarga Muslim]

 

 

www.islamweb.net