Saya mempunyai kewajiban membayar kafarat keterlambatan meng-qadhâ' puasa. Bolehkah saya membayarkannya sebagai santunan untuk anak yatim? Atau bolehkah saya berikan kepada orang yang sama, tapi secara bertahap? Atau bolehkah saya bayarkan untuk membantu para mujahid?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Kafarat keterlambatan qadhâ' puasa merupakan hak fakir miskin, baik yatim maupun bukan. Oleh karena itu, jika mungkin diberikan kepada orang fakir secara langsung, atau kepada walinya jika si fakir masih kecil, tentu itu lebih utama dilakukan, karena lebih menjamin sampainya kafarat tersebut kepada yang berhak menerimanya. Baik Anda membayarnya sekaligus maupun secara berangsur, jika lebih dari satu kafarat. Tetapi dibolehkan mewakilkan pembayaran itu kepada orang yang akan memberikannya kepada yang berhak menerimanya, baik anak yatim maupun bukan. Namun si wakil harus diingatkan bahwa itu adalah kafarat memberi makanan fakir miskin, sehingga tidak boleh dibayarkan untuk selain makanan.
Perlu diingatkan bahwa jumlah yang wajib dibayar dalam memberi makan orang miskin adalah satu mud beras dan sejenisnya. Ukurannya sebanding dengan sekitar 750 gram. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa kafarat tidak boleh dibayarkan dalam bentuk uang, tapi harus dikeluarkan dalam bentuk makanan. Sementara Abu Hanifah berpendapat boleh secara mutlak membayar zakat dan kafarat dalam bentuk uang. Terkait perbedaan pendapat ini, Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah menguatkan pendapat yang membolehkan membayar kafarat dengan uang jika ada kebutuhan untuk itu.