Saya pernah membaca dalam fatwa Anda bahwa syahwat tidak membatalkan puasa jika tidak disengaja. Saya tidak tahu banyak tentang hukum-hukum Agama, tetapi—Alhamdulillâh—Allah telah memberi hidayah kepada saya. Dahulu, ketika sedang berpuasa, saya pernah melakukan hal-hal yang membangkitkan syahwat saya, tetapi saya tidak tahu apakah saya mengeluarkan sesuatu atau tidak. Jika kafarat atas perbuatan yang tidak saya ketahui hukumnya itu adalah puasa, saya merasa sangat berat melakukannya, karena fisik saya tidak mampu menanggung terlalu banyak puasa. Apakah saya tetap dituntut untuk meng-qadhâ' jika kondisi saya demikian? Bolehkah saya membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, karena seperti yang telah saya katakan, puasa terlalu berat bagi saya?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Kita memuji Allah—Subhânahu wata`âlâ—atas limpahan hidayah-Nya kepada Anda, saudari penanya, dan atas pertanyaan Anda tentang hukum-hukum Agama. Kami juga berdoa semoga Allah mengokohkan kaki Anda di atas jalan hidayah dan kebenaran. Terkait pertanyaan yang Anda sampaikan, bahwa Anda melakukan hal-hal yang membangkitkan syahwat saat berpuasa, lalu Anda tidak tahu apakah ada sesuatu yang keluar atau tidak, itu tidaklah membatalkan puasa, dan Anda tidak dituntut untuk meng-qadhâ' atau membayar kafarat. Anda hanya harus bertobat kepada Allah atas kesengajaan melakukan hal-hal yang membangkitkan syahwat pada saat berpuasa.