Saya pernah membaca dalam buku fikih kontemporer bahwa seorang wanita hamil yang meninggalkan puasa Ramadhan, menurut pendapat yang benar ia hanya diwajibkan untuk membayar kafarat saja. Kebetulan istri saya pernah meninggalkan puasa Ramadhan karena sedang hamil. Lalu kami mengeluarkan kafaratnya. Dan hal itu berulang selama beberapa tahun. Dan sekarang saya mendengar bahwa pendapat tersebut ternyata lemah, dan yang benar adalah diwajibkan baginya untuk mengqadha puasanya itu di lain waktu. Jadi apa sekarang yang harus dilakukan oleh istri saya? Mohon jawaban secepatnya. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah kewajiban apa yang harus dipenuhi oleh seorang wanita hamil yang meninggalkan puasa Ramadhan. Dan yang kami fatwakan di sini adalah pendapat Imam Asy-Syâfi`i dan Imam Ahmad, yaitu jika ia meninggalkan puasa Ramadhan karena khawatir dengan keselamatan jiwanya, atau khawatir dengan keselamatan jiwanya dan juga jiwa anaknya, maka ia hanya diwajibkan untuk mengqadha puasa yang ditinggalkannya itu. Adapun jika ia meninggalkan puasa Ramadhan karena khawatir dengan keselamatan jiwa anaknya saja, maka selain wajib mengqadha puasa ia juga wajib membayar fidyah berupa makanan untuk orang miskin yang diambilkan dari harta wali anaknya itu. Ini adalah pendapat yang paling hati-hati.
Pendapat yang mewajibkan wanita tersebut mengqadha puasa saja dasarnya adalah qiyas, karena wanita hamil dapat diqiyaskan dengan orang sakit yang dimungkinkan untuk sembuh. Dalam masalah ini ada pendapat lain lagi, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa tidak wajib bagi wanita tersebut mengqadha puasanya, melainkan hanya wajib membayar fidyah. Ini adalah pendapat yang semula Anda ikuti. Pendapat ini cukup mendapatkan perhatian dari para ulama, karena ia telah difatwakan oleh dua orang ulama besar dari kalangan shahabat, yaitu Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar. Yang demikian itu diriwayatkan dari keduanya dengan sanad yang shahih sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwâ'ul Ghalîl. Namun demikian pendapat ini adalah pendapat yang lemah. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan istri Anda, pendapat yang kami ambil adalah wajib bagi istri Anda untuk mengqadha puasanya.
Wallâhu a`lam.