Seorang sahabat saya yang aktif berdakwah bercerita kepada saya tentang seorang pemuda yang usianya masih di bawah tujuh belas tahun. Pemuda itu memiliki semangat dakwah yang menggelora memenuhi relung hatinya setiap waktu. Ketika bulan Ramadhan tiba, ia melakukan berbagai amal shalih, kebajikan, dan ketaatan. Di antara amal shalih yang ia lakukan di bulan mulia itu adalah berdiri di dekat lampu lalu lintas setiap seperempat jam menjelang Maghrib. Ia mendatangi mobil-mobil yang sedang berhenti di saat lampu merah menyala, lalu ia bagi-bagikan makanan ala kadarnya berupa kurma dan kue kepada orang-orang yang sedang berpuasa di dalam mobil-mobil itu. Bersama makanan itu, ia selipkan lembaran-lembaran kertas kecil berisi mutiara-mutiara dakwah yang memotivasi pembacanya untuk menyebarkan Islam, serta melakukan perbuatan-perbuatan luhur dan berakhlak mulia. Semua itu diiringi dengan senyuman cerah dan wajah yang kita yakini dipenuhi cahaya keimanan. Ia melakukan perbuatan mulia seperti itu selama beberapa tahun.
Pada suatu hari, ketika ia melakukan aktivitas rutinnya itu, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang ke arahnya berdiri tanpa sempat ia hindari. Ia pun tersungkur berlumuran darah, dan nyawanya tidak dapat diselamatkan. Insiden itu terjadi saat ia sedang berpuasa, memberi makanan berbuka untuk orang-orang yang berpuasa, berusaha membuat banyak orang berbahagia, dan mengajak orang lain untuk kembali kepada ajaran Allah. Semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah dan ia ditempatkan di Surga-Nya.
Kisah ini meninggalkan kesan yang sangat mendalam dalam diri saya. Ketika mendengarnya, saya teringat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang shahabat mulia, Anas ibnu Malik—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah bersabda, "Jika Allah menginginkan kebaikan untuk seorang hamba, maka Dia akan mempergunakannya." Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—ditanya, "Bagaimana Allah mempergunakannya wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Allah akan memberinya taufik untuk melakukan amal shalih sebelum ia meninggal dunia." [HR. At-Tirmidzi; hadits hasan shahih]
Jika kita komparasikan antara pemuda yang penuh semangat dakwah ini dengan banyak kaum muslimin di berbagai belahan dunia yang keluar-masuk bulan Ramadhan tanpa memanfaatkan kesempatan-kesempatan emas yang jarang didapati pada bulan-bulan lain, maka kita akan melihat perbedaan yang sangat besar antara keduanya. Alangkah jauhnya perbedaan antara orang yang memanfaatkan waktunya dengan amal-amal kebaikan dan orang yang mengisi waktunya dengan dosa-dosa.
Apabila kita mau sedikit saja mengaktifkan otak kita untuk menghitung kesempatan, keuntungan, dan kekayaan yang dapat kita raup dalam bulan mulia ini, tentu banyak sekali yang akan kita temukan. Kemudian kita pun akan tahu betapa tingginya nilai bulan mulia ini, betapa banyaknya kebaikan dan keberkahan yang mengalir kepada kita, namun kita sia-siakan begitu saja.
Dalam bulan Ramadhan yang mulia ini, kita dapat menjalankan banyak program dakwah dan ide-ide konstruktif, mencurahkan amal shalih, mengikuti jalan para penebar kebajikan, dan berlomba memanfaatkan waktu-waktu mulia untuk menebar manfaat bagi umat dan masyarakat kita.
Mengapa Ramadhan Merupakan Kesempatan?
Seandainya setiap kita merenungkan hidup ini dengan perguliran waktunya, maka kita akan menyadari betapa dalam setiap menit dan detik yang kita lalui selalu berisi kesempatan dan nafas yang tidak akan mungkin kembali. Hari-hari yang kita lalui dengan gembira karena prestasi yang kita capai, sebenarnya selalu diiringi dengan berkurangnya usia, baik kita sadari maupun tidak. Bila menyadari itu, kita pun benar-benar ingin menggunakan waktu-waktu tersebut dengan hal-hal yang bermanfaat, meninggalkan berbagai perilaku tak berguna, dan tidak lagi menghamburkan waktu untuk hal-hal sepele atau bahkan bisa membuat kita dirundung penyesalan menyakitkan saat kembali kepada Allah kelak, seperti ungkapan manusia yang disebutkan dalam Al-Quran (yang artinya): "Wahai Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah Aku tinggalkan dahulu." [QS. Al-Mu'minûn: 100]
Kesempatan terbesar, atau bahkan peluang yang menghimpun semua kebaikan di bulan Ramadhan ini adalah kesempatan untuk menghambakan diri seutuhnya kepada Allah, menunaikan hak-hak-Nya, memohon bantuan kepada-Nya, serta bersujud kepada-Nya. Inilah sesungguhnya kebaikan terbesar di alam dan kehidupan ini. Sedangkan seluruh kebaikan lain, sejatinya merupakan cabang dari pokok yang agung ini, sehingga semua amal, ibadah, dan interaksi sosial kita tercakup di dalamnya.
Manfaatkan Kesempatan Anda dengan Baik!
Orang-orang menyambut bulan Ramadhan dengan cara dan perilaku yang berbeda-beda. Ada yang menyambutnya dengan bermain-main dan bersenang-senang. Ada yang menyambutnya dengan makan dan minum sepuas-puasnya. Ada yang menyambutnya dengan tidur. Ada juga yang menyambutnya dengan memprogram waktu untuk menonton berbagai program televisi dan sinetron. Dan masih banyak perilaku-perilaku tidak bermanfaat yang dilakukan orang-orang untuk menyambut bulan mulia ini. Tentunya ini merupakan bentuk sambutan orang-orang yang tidak mengetahui keutamaan bulan mulia ini, tidak mengenal manfaat hari-harinya, keutamaan malam-malamnya, dan keagungan syiar-syiarnya.
Adapun seorang mukmin yang biasa berlomba melakukan amal shalih, akan menyambut bulan ini dengan bersegera melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, sebagai pengejawantahan dari firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." [QS. Âli `Imrân: 133]
Orang yang biasa berlomba melakukan kebaikan dan mengejar kesempatan-kesempatan mulia, senantiasa mencari-cari berbagai macam kebajikan dan amal shalih untuk mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, demi mencari keridhaan-Nya, serta didorong oleh rasa takut akan siksa-Nya.
Orang yang senantiasa berlomba melakukan kebaikan benar-benar tahu bahwa Allah—Subhânahu wata`âlâ—mendorong para hamba-Nya untuk bersegera dan berlomba melakukan kebaikan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah—`Azza wajalla—(yang artinya): "Maka berlomba-lombalah kalian (dalam membuat) kebaikan." Begitu pula dalam firman Allah—`Azza wajalla—(yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jumat, bersegeralah kalian mengingat Allah." [QS. Al-Jumu`ah: 9]
Sementara dalam hal-hal duniawi, kita tidak diperintahkan untuk meraihnya dengan berlomba-lomba dan bersegera. Karena Allah—Subhânahu wata`âlâ—hanya berfirman (yang artinya): "Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya." [QS. Al-Mulk: 15]. Sebagaimana Allah juga berfirman (yang artinya): "Dan janganlah engkau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia." [QS. Al-Qashash: 77]
Orang-orang yang biasa berlomba melakukan kebajikan dapat menangkap bahwa perintah untuk bersegera dan berlomba-lomba hanya ada dalam urusan melakukan amal shalih serta kebaikan demi meraih balasan di Akhirat. Adapun urusan dunia, tidak ada perintah untuk bersegera dan berlomba-lomba dalam menggapai kenikmatannya yang fana.
Oleh karena itulah mengapa kita perhatikan Allah—Subhânahu wata`âlâ—mendorong hamba-hamba-Nya untuk bersegera dalam mencari bekal Akhirat dan berusaha untuk selalu mengingat-Nya. Sedangkan berkaitan dengan dunia, Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya." [QS. Al-Mulk: 15]
Jelas ada perbedaan yang sangat besar antara bersegera dan berlomba-lomba dengan hanya sekedar berjalan. Oleh karena itu pula, Allah—Subhânahu wata`âlâ—menjadikan dasar dari amal perbuatan hamba adalah dalam rangka mendapatkan pahala dari Allah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan Akhirat. Sedangkan dalam perkara dunia, Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan janganlah engkau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia.' [QS. Al-Qashash: 77]
Bila kita kembali merenungi ayat-ayat di atas, sebab penggunaan kata "berjalan" untuk mencari dunia adalah karena mencari dunia merupakan naluri dalam diri manusia. Dan itu tidak membutuhkan penugasan atau motivasi khusus. Sedangkan berusaha untuk mencari Akhirat merupakan sebuah taklîf (tugas Agama) sehingga memerlukan perintah untuk bersegera. Artiinya, manusia tidak memerlukan dorongan untuk bersemangat mencari dunia, berbeda dengan amal shalih.
Adalah hal yang sangat wajar bila kita menunaikan hak-hak Allah—Subhânahu wata`âlâ—untuk mendapatkan berbagai kebaikan di bulan Ramadhan ini dan mendapatkan anugerah-Nya yang berkumpul di waktu yang agung ini.
Usulan-usulan Praktis untuk memanfaatkan Kesempatan-kesempatan Emas di Bulan Ramadhan
Karena kesempatan meraih kebaikan di bulan ini sangat banyak dan melimpah, maka sangat wajar bila seorang mukmin berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meraihnya. Tujuan akhirnya tentu agar ia keluar dari kehidupan dunia ini dengan hasil yang memuaskan, yaitu kelak pada hari Kiamat, sebagaimana firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." [QS. An-Nûr: 24]
Di antara berbagai peluang dan kesempatan mulia di bulan ini adalah:
1. Kesempatan untuk Memberi.
Bulan mulia ini membuka kesempatan besar kepada kita untuk memberi, memuliakan, dan mempersembahkan kebaikan untuk orang lain. Semua ini dapat dilakukan misalnya dengan memberi makanan untuk berbuka, bersedekah, membagi ilmu kepada orang lain, serta membantu orang-orang yang membutuhkan dan dilanda kesulitan. Ini juga merupakan kesempatan bagi orang-orang yang sudah terbiasa melakukan amal kebaikan untuk semakin memperbanyak bakti dan mencurahkan hal-hal positif kepada orang lain.
2. Kesempatan untuk Beramal.
Bulan Ramadhan memberi Anda dorongan, bahan bakar, dan energi untuk selalu aktif beramal. Pada bulan mulia ini Anda dapat melakukan tarawih dan shalat malam. Di bulan ini, Anda juga selalu bersedekah. Para shahabat Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, pada bulan Ramadhan selalu berjihad untuk menegakkan kalimat Allah. Dengan demikian, bulan mulia ini juga merupakan kesempatan bagi para mujahid di seluruh negeri muslim yang terjajah, untuk memanfaatkan energi mereka dalam berjihad melawan orang-orang kafir serta membela Islam dan umatnya.
3. Kesempatan untuk Menyelesaikan Tugas.
Orang yang berpuasa penuh di bulan Ramadhan berarti telah berhasil menjalankan sebuah program besar dengan sempurna. Hal ini sejatinya memberinya dorongan ruhani dan melatihnya untuk menyelesaikan berbagai tugasnya dengan baik, tanpa menunda dan mencari-cari alasan yang hanya akan mendatangkan kegelisahan dan kesulitan.
4. Kesempatan untuk Berdisiplin.
Jika Anda merenungi bulan mulia ini, Anda akan mendapati sebuah sistem yang luar biasa cermat di dalamnya. Dalam bulan ini, satu waktu tidak bercampur baur dengan waktu yang lain. Ada waktu untuk berpuasa dan ada waktu untuk berbuka. Hal ini pun memberi Anda dorongan agar senantiasa memanfaatkan waktu Anda untuk hal-hal yang bermanfaat dan berusaha mengatur waktu agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
5. Kesempatan untuk Berdakwah.
Pada bulan ini, orang-orang berkeinginan untuk melakukan semua kebaikan. Di samping itu, pada bulan ini, Syetan-syetan terikat dan hati pun lebih dekat kepada kebaikan, sehingga ini menjadi kesempatan Anda untuk berdakwah kepada para kerabat dan tetangga Anda. Dengan demikian, bulan ini merupakan kesempatan untuk berdakwah. Di dalamnya, seorang dai dapat memanfaatkan seluruh kemampuannya untuk menyebarkan dakwah Islam kepada siapa saja yang mampu ia dakwahi di tengah umat ini.
6. Kesempatan untuk Mengikat Solidaritas Sosial.
Bulan mulia ini merupakan kesempatan emas untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturahim, dan berbuat baik kepada sanak saudara. Selain itu, setiap kita juga bisa ikut memikul kesulitan umat Islam yang lain dengan cara menunaikan hak-hak mereka. Misalnya dengan meninjau kondisi para fakir miskin yang membutuhkan, melayani mereka, menunaikan hak-hak mereka, bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial dan memberitahu mereka tentang para fakir miskin yang tidak mau meminta-minta kepada orang lain. Selain juga dengan cara mengeluarkan zakat jika waktunya datang di bulan mulia ini, lalu membagikannya kepada mereka yang berhak mendapatkannya. Pada bulan ini, kita juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang lemah dan fakir, untuk kemudian semampu mungkin memberikan pelayanan kepada mereka. Allah—`Azza wajalla—akan membalas semua ini dengan balasan yang terbaik.
7. Kesempatan untuk Menguatkan Semangat.
Bulan Ramadhan merupakan kesempatan besar bagi para pencari kebaikan. Seseorang muslim mampu mengembangkan semangat yang telah membuatnya mampu berpuasa di siang hari secara penuh itu. Orang yang memiliki semangat ini tentunya mampu meninggalkan kebiasaan merokok, meninggalkan obat-obat terlarang dan minuman keras yang diharamkan. Ia pun semestinya mampu menguasai syahwat, nafsu, dan kecenderungan negatif yang menghalangi semangat dan tekad besarnya. Benar sekali yang dikatakan oleh Syaikh Mushthafa As-Sibâ`i: "Puasa adalah sifat ksatria yang muncul gagah ke permukaan, sekaligus ekspresi keinginan dahsyat yang menguasai diri." [Kitab Ahkâmush Shiyâm wa Falsafatuhu, hlm. 89]
8. Kesempatan Mengatur Pola Makan dan Mengurangi Berat Badan.
Ramadhan merupakan kesempatan bagi orang yang ingin mengatur makanan dan pola makannya, atau berusaha mengurangi volume makan dan minumnya. Karena pada dasarnya, makanan dan minuman membawa maslahat untuk tubuh, namun jika melebihi batasnya, ia justru akan berdampak negatif dan merusak tubuh, sehingga ruh dan badan secara keseluruhan akan rusak.
9. Kesempatan Mengajak Orang-orang untuk Bertobat.
Sudah dimaklumi adanya bahwa Syetan-syetan dibelenggu di bulan Ramadhan. Alangkah baiknya jika kita memanfaatkan kondisi hati yang sedang mudah melakukan kebaikan dan ibadah ini. Pada bulan mulia ini, banyak orang yang menyatakan tobat dan keinginan meninggalkan dosa mereka. Maka ini merupakan kesempatan bagi para pendidik atau murabbi untuk mencurahkan segala kemampuan dalam membimbing jiwa-jiwa yang sedang senang beribadah ini dengan memberinya program-program tarbiyah untuk menguatkan iman dan unsur-unsur kebaikan di dalam hati mereka.
10. Kesempatan Memberi Balasan kepada Diri Sendiri.
Bulan ini merupakan kesempatan besar untuk memberikan balasan kepada diri sendiri; jika ia baik maka balasan yang kita berikan pun baik, namun jika ia buruk maka kita berikan sanksi yang dapat mencegahnya dari keinginan-keinginan buruk itu. Karena itu, hari raya Idul Fitri merupakan imbalan bagi orang yang telah melakukan kewajibannya dengan baik di bulan mulia ini. Adapun orang yang tidak menunaikan kewajibannya dengan baik, maka Allah tidak membutuhkan rasa lapar dan haus yang ia tahan selama sebulan itu. Dengan memberi balasan kepada diri sendiri ini, kita dapat memaksa diri kita agar selalu melakukan kebaikan. Apabila ia enggan, kita dapat melarangnya dan menghalanginya dari keinginan-keinginan tidak baik, agar dapat membantu kita dalam melakukan ketaatan.
11. Kesempatan untuk Memotivasi Diri.
Bulan mulia ini memotivasi orang-orang mukmin serta meledakkan energi yang tersimpan di dalam diri mereka untuk melakukan hal-hal yang diridhai Allah—Subhânahu wata`âlâ. Karena di dalam bulan ini terdapat motivasi untuk melawan kecenderungan hawa nafsu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—dalam hadits Qudsi, "Ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Di setiap malamnya, juga banyak orang yang dibebaskan dari api Neraka karena puasa dan ketakwaan mereka kepada Allah—`Azza wajalla. Motivasi besar ini menjadi faktor utama yang mendorong seorang hamba untuk terus berpuasa dan melakukan shalat tarawih. Karena sebagaimana sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan ikhlas karena Allah akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Apakah ada pahala dan motivasi yang lebih besar dari ini?
12. Kesempatan untuk Selalu Terpaut dengan Mesjid.
Pada bulan mulia ini, kita mampu membiasakan diri untuk selalu terpaut dengan mesjid, agar kita menjadi salah satu dari tujuh kaum yang mendapatkan naungan Allah ketika tiada lagi naungan untuk manusia. Di antara caranya adalah dengan menanti waktu shalat berikutnya setelah melakukan shalat. Setelah melakukan shalat Maghrib, kita dapat tetap duduk untuk menunggu shalat Isya. Dengan ini, kita juga akan mendapatkan pahala ribath atau berjuang dalam ketaatan kepada Allah. Hal lain yang dapat kita lakukan adalah membaca Al-Quran, zikir, melakukan shalat malam di mesjid, serta beri`tikaf pada sepuluh hari terakhir untuk menyendiri bersama Allah, memohon hidayah–Nya, dan berdoa kepada-Nya pada waktu-waktu mulia itu. Semoga Allah membukakan pintu makrifat-Nya kepada orang-orang yang berdoa di waktu-waktu itu, sekaligus menjaganya dari api Neraka dan memasukkannya ke dalam Surga-Nya.
13. Kesempatan untuk Beristighfar di Waktu Sahur.
Ramadhan merupakan kesempatan untuk beristighfar pada waktu mulia yang banyak dilalaikan oleh kebanyakan muslim, yaitu waktu sahur (sebelum subuh). Apalagi, waktu sahur merupakan waktu makan sebelum seorang muslim memulai puasanya. Ini tentunya merupakan kesempatan besar bagi kita untuk mendapatkan pahala dengan cara mudah. Seyogyanya seorang mukmin memanfaatkan waktu mulia ini semaksimal mungkin. Apalagi, pada waktu ini rahmat Allah turun dengan melimpah kepada hamba-hamba-Nya. Allah menyebutkan bahwa di antara sifat seorang muslim adalah sebagaimana tercantum dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan yang memohon ampun di waktu sahur." [QS. Âli `Imrân: 17]. Juga dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar." [QS. Adz-Dzâriyât: 18]
14. Kesempatan untuk Bertobat.
Pada bulan mulia ini, rahmat Allah turun. Di dalamnya, Allah—Subhânahu wata`âlâ—membebaskan banyak hamba-Nya dari Neraka. Tentunya ini merupakan kesempatan bagi para pelaku maksiat, orang-orang yang berdosa, dan orang-orang yang banyak lalai terhadap hak-hak Allah—dan kita semua mungkin termasuk di dalamnya—untuk mulai membuka lembaran baru bersama Allah, bertobat dengan sungguh–sungguh kepada-Nya, serta meninggalkan berbagai dosa dan maksiat.
15. Kesempatan Mengulang-ulang Hafalan Al-Quran.
Bulan Ramadhan merupakan kesempatan bagi orang yang mengalami masalah pada hafalan Al-Qurannya untuk melakukan murâja`ah (mengulang) atau menguatkan kembali hafalannya pada malam dan siang hari. Ia melantunkan hafalannya di saat melakukan shalat malam dengan merenungi hukum-hukum dan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Jika kita menyimak sejarah generasi salafush shalih dalam merenungi makna Al-Quran dan mengkhatamkannya pada bulan agung ini, sungguh sangat menakjubkan.
16. Kesempatan untuk Menunaikan Umrah yang Pahalanya Sama dengan Pahala Haji.
Di antara keistimewaan bulan ini adalah bahwa ia merupakan kesempatan besar bagi orang-orang yang melakukan umrah. Karena Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah bersabda, "Umrah di Bulan Ramadhan setara dengan haji." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Sungguh sangat beruntung dan bahagia orang yang memperoleh pahala haji di bulan Ramadhan dengan menunaikan umrah secara ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan sunnah Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam.
17. Kesempatan Merekrut Pemeluk Islam yang Baru.
Bulan mulia ini merupakan kesempatan yang terbuka untuk berdakwah dan menarik hati kaum non-muslim. Di bulan ini, kita dapat membuat mereka merasakan keagungan dan kebenaran syariat Islam, serta kebatilan agama-agama yang lain. Banyak dai mengakui bahwa waktu yang di dalamnya banyak non-muslim memeluk Islam adalah bulan Ramadhan. Hal ini karena para non-muslim tersebut melihat adanya keistimewaan di dalam syariat puasa yang agung ini. Di sini mereka menyaksikan ketinggian dan keutamaan hukum-hukum Islam, serta semangat umat Islam dalam menunaikannya.
18. Kesempatan untuk Menyucikan Hati.
Bulan yang mulia ini juga merupakan kesempatan bagi seorang muslim untuk memperbaiki hubungan persaudaraannya dan menyambung kembali silaturahim yang sempat terputus karena perbedaan pendapat dan pertengkaran. Di bulan ini, ia terpanggil untuk berlindung kepada Allah dari godaan Syetan serta menjadikan hatinya bersih dari rasa iri dan dengki. Ia dapat memperbarui hubungannya dengan para saudara, kerabat, dan pada sahabatnya berdasarkan aturan Syariat. Hal ini diiringi pula dengan usaha menunaikan hak-hak muslim yang telah diwajibkan oleh Allah kepadanya. Tidak kalah penting pula memanfaatkan bulan mulia ini untuk memperbaiki hubungan antara orang-orang yang bermusuhan dan saling membenci. Kita sudah mengetahui betapa perbuatan mulia seperti ini akan membuahkan pahala yang sangat besar.
19. Kesempatan Membiasakan Diri dengan Ucapan yang Baik.
Bulan Ramadhan merupakan kesempatan besar bagi seorang muslim untuk belajar dan membiasakan diri mengucapkan kata-kata yang baik, meninggalkan ucapan yang buruk, tidak membalas ucapan buruk dengan yang lebih buruk melainkan dengan yang lebih baik, serta melupakan kesalahan orang lain. Nabi mengajarkan, jika ada orang mencela atau mencacinya, ia hendaknya berkata, "Sesungguhnya saya sedang berpuasa."
20. Kesempatan Memperbarui Iman dan Melakukan Perubahan.
Bulan mulia ini merupakan kesempatan yang baik bagi orang yang ingin memperbarui imannya dan berubah kepada yang lebih baik. Ramadhan merupakan awal yang baik baginya untuk membersihkan hati dari karat yang menumpuk akibat akumulasi dosa-dosanya. Ramadhan juga merupakan kesempatan untuk meningkatkan diri menuju posisi yang diridhai oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ, sehingga seorang muslim dapat merasa bahwa ia telah berubah dari kondisinya semula menjadi kondisi yang ia inginkan.
21. Kesempatan Melatih Diri untuk Bersabar.
Pada bulan ini, seseorang dapat belajar dengan intensif tentang makna tiga jenis kesabaran: Pertama, sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dengan berpuasa. kedua, sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat dan semua perbuatan buruk yang tidak diridhai oleh Allah. Ketiga, sabar dalam menerima ketentuan Allah berupa kewajiban berpuasa di bulan mulia ini. Sungguh indah jawaban Al-Ahnaf ibnu Qais ketika ditanya, "Engkau sudah tua, dan puasa akan membuatmu bertambah lemah." Ia menjawab, "Sesungguhnya aku melakukannya sebagai bekal untuk sebuah perjalanan yang panjang. Dan sabar dalam ketaatan kepada Allah lebih ringan daripada bersabar menerima azab-Nya."
22. Kesempatan untuk Mengurangi Konsumsi.
Di antara kebaikan yang dapat dipetik dalam bulan ini adalah kesempatan untuk mengurangi konsumsi bahan makanan dan minuman. Tidak justru seperti yang dilakukan banyak orang di bulan mulia ini dengan menyantap berbagai jenis makanan, seakan-akan bulan ini merupakan saat untuk berfoya-foya mengkonsumsi berbagai jenis makanan dan minuman. Padahal seharusnya di bulan ini seseorang berupaya untuk mengurangi makan dan minumnya, serta berusaha bersikap wajar dalam konsumsi, tidak kikir dan tidak pula berlebihan. Ini bertujuan agar konsumsi makanan dan minuman kita menjadi teratur, bukan hanya menuruti apa yang diinginkan.
23. Kesempatan untuk Mendidik Anak.
Seorang ayah dan ibu pada bulan mulia ini dapat menanam nilai-nilai luhur di dalam hati anak-anaknya, mendidik mereka untuk menjauhi keburukan, membuat mereka senang dengan puasa, suka bangun malam hari, dan cinta kepada Al-Quran dengan beragam cara.
Alangkah indahnya jika seorang ayah mengajak anak-anaknya duduk bersama setengah jam menjelang berbuka, lalu ia menyampaikan satu pelajaran penting yang ia ketahui atau menjelaskan isi sebuah kitab sederhana kepada mereka. Kemudian menjelang azan, ayah dan anak-anak bersama mengangkat tangan untuk memohon kepada Allah dengan doa-doa yang ma'tsur dan doa-doa yang baik.
24. Kesempatan untuk Berdoa.
Di antara waktu terbaik yang di dalamnya seorang mukmin merasakan ketenangan batin adalah saat-saat bermunajat kepada Allah, Tuhan semesta alam. Terlebih lagi di bulan Ramadhan ini, karena ayat tentang doa sendiri terletak berbarengan dengan ayat-ayat yang berisi perintah melakukan puasa Ramadhan. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh lupa mendoakan dirinya dan umat Islam secara umum, agar Allah memberi jalan keluar kepada dirinya dan seluruh umat Islam dari segala kesulitan yang mereka hadapi.
25. Kesempatan untuk Masuk Surga.
Bulan mulia ini merupakan kesempatan bagi orang-orang yang berpuasa untuk masuk ke dalam Surga. Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang berpuasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan akan mendapatkan sebuah pintu khusus untuk masuk ke dalam surga, yaitu pintu bernama Ar-Rayyân. Pahala yang besar juga telah menantinya pada hari Kiamat, karena puasa adalah milik Allah, dan Allah—Subhânahu wata`âlâ—akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang melakukannya.
26. Kesempatan Bersyukur kepada Allah.
Bulan mulia ini merupakan kesempatan untuk bersyukur kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ, terutama jika seorang hamba taat kepada Allah, menjauhi berbagai larangan-Nya, dan menghindari hal-hal yang dibenci-Nya. Sang hamba sewajarnya memuji Allah, serta bersyukur kepada-Nya dengan hati, lidah, dan perbuatannya, karena Allah telah menganugerahkan kepadanya berbagai karunia dan menjauhkannya dari berbagai keburukan. Hal ini sebagaimana diingatkan dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur." [QS. Al-Baqarah: 185]
Demikianlah sejumlah peluang berharga di bulan mulia ini, saya sampaikan untuk para pembaca, setelah melakukan perenungan terhadap karunia bulan Ramadhan ini. Saya sampaikan ini dengan harapan agar kita sudi menjalankannya dan memetik buahnya. Tidak ada bulan yang lebih agung pahalanya serta lebih dekat dengan hati orang-orang muslim daripada bulan yang mulia ini. Sebuah bulan yang di dalamnya dibuka pintu-pintu Surga dan ditutup pintu-pintu Neraka. Selamat bagi mereka yang mampu memanfaatkannya untuk menunaikan ketaatan. Namun sungguh suatu kemalangan besar bagi mereka yang menyia-nyiakannya, melalaikan kewajibannya, dan lupa akan tujuannya.
Bulan yang agung ini menghimpun berbagai macam peluang ibadah dan ketaatan. Oleh karena itu, bersegeralah wahai para pencari kebaikan, dan berhentilah wahai para pencari keburukan.
Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan. Cukuplah Allah tempat kita bersandar, dan Dia-lah tempat bersandar yang terbaik. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.