Oleh: Muhammad ibnu Abdillah Ar-Rubaisy
Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Ramadhan adalah bulan tempat Syetan-syetan dibelenggu, sebagaimana diberitakan oleh Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Dibelenggunya Syetan merupakan salah satu faktor pembantu untuk mengalahkannya serta selamat dari gangguan dan kejahatannya. Dalam versi riwayat lain, kata dibelenggu diganti dengan kata dirantai, yaitu riwayat dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apabila datang bulan Ramadhan, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan Syetan-syetan dirantai." [HR. Al-Bukhâri, Muslim, Ahmad, dan An-Nasâ'i]
Sementara kata 'dibelenggu' terdapat dalam hadits yang juga diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan. Bulan yang diberkati. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya. Di dalam bulan itu, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan Syetan-syetan dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikannya, sungguh benar-benar tidak mendapatkan kebaikan apa pun." [HR. An-Nasâ'i: shahîh]
Kata 'dirantai' juga terdapat dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Inilah Ramadhan telah datang kepada kalian. Di dalamnya pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan Syetan-syetan dirantai." [HR. Ahmad dan An-Nasâ'i; Menurut An-Nasâ`i: shahîh]
Syetan adalah makhluk yang banyak menguasai manusia dengan cara merasuki, menyakiti, memerangi, menanamkan was-was (bisikan), merusak, melecehkan, dan memecah belah kaum muslimin, baik dengan masuk ke dalam jasad lalu mengendalikannya maupun dengan membisiki dan menyesatkannya dari luar. Bila makhluk ini dibelenggu pada bulan Ramadhan, berarti ini adalah kesempatan besar bagi kita untuk mengalahkannya dan melepaskan diri dari pengaruh jin-jin jahat. Ini adalah peluang untuk membakar dan membunuhnya.
Tapi apakah maksud 'dibelenggu' yang disebutkan dalam hadits-hadits di atas dengan redaksi yang berbeda-beda itu?
Ibnu Hajar berkata tentang makna kalimat: "Dan Syetan-syetan dibelenggu", "`Iyâdh berkata, 'Kemungkinan yang dimaksud adalah maknanya yang zahir dan hakiki (benar-benar dibelenggu). Dan itu menjadi tanda bagi para Malaikat tentang kedatangan bulan Ramadhan, demi mengagungkan kehormatannya, serta menghalangi Syetan-syetan dari mengganggu orang-orang beriman. Kemungkinan lain, makna kata ini adalah banyaknya pahala dan ampunan, serta berkurangnya tipu daya Syetan di dalam bulan ini, sehingga mereka menjadi seperti terbelenggu'. `Iyâdh juga berkata, 'Membelenggu Syetan artinya melemahkan mereka dari usaha memperdaya dan menghiasi syahwat'."
Ibnu Hajar juga menukil perkataan Al-Qurthubi tentang maksud dibelenggunya Syetan ini, yaitu: "Syetan-syetan berkurang dari orang-orang yang melaksanakan puasa dengan menjaga syarat-syaratnya dan memelihara adab-adabnya."
Kemungkinan lain, yang dibelenggu adalah sebagian Syetan, yaitu Syetan-syetan pembangkang saja, tidak semua golongan Syetan, sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat. Atau maksud dibelenggunya Syetan adalah dikuranginya kejahatan di dalam bulan itu. Dan ini adalah fakta yang bisa kita rasakan. Kejahatan pada bulan Ramadhan cenderung lebih sedikit dibandingkan pada bulan-bulan lain.
Ibnu Muflih—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Syetan-syetan dirantai dan dibelenggu pada bulan Ramadhan, sesuai dengan teks eksplisit (zahir) hadits. Atau barangkali Syetan yang dimaksud adalah Syetan-syetan pembangkang, sebagaimana di sebutkan dalam riwayat lain."
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Dan Syetan-syetan dibelenggu, sehingga mereka tidak bisa melakukan apa yang mereka lakukan ketika seseorang tidak berpuasa, karena dibelenggu artinya diikat. Syetan-syetan itu bisa memperdaya manusia hanyalah karena syahwat. Karena itu, ketika manusia meninggalkan syahwat, mereka menjadi terbelenggu."
Dari beberapa pendapat tokoh salaf dan ulama yang kita nukil di atas, kita bisa menyimpulkan maksud pembelengguan Syetan sebagai berikut:
Pertama: Maknanya adalah hakiki (riil) dibelenggu sesuai dengan teks hadits, dan itu bisa terjadi pada seluruh Syetan dan bisa juga dikhususkan pada Syetan-syetan pembangkang saja. Atau itu hanya berlaku terhadap Iblis dan keturunannya saja, tidak terhadap Syetan yang lain. Atau itu dilakukan terhadap jin kafir saja. Semua pendapat ini pernah disebutkan oleh para ulama.
Di antara argumentasi yang menguatkan hal ini adalah bahwa keadaan Syetan berbeda dengan keadaan manusia. Dalam beberapa hadits shahîh disebutkan bahwa Syetan tidak mendekat kepada orang yang membaca Ayat Kursi sebelum tidur, sampai pagi hari. Bagaimana ia bisa terhalang dari orang yang membacanya?
Demikian juga, basmalah adalah pembatas bagi manusia dari gangguan jin. Kenapa basmalah bisa menjadi penghalang?
Syetan lebih terpengaruh oleh ruqyah yang dilakukan orang yang memiliki keyakinan kuat daripada ruqyah yang dilakukan oleh orang yang berkeyakinan kurang. Kenapa demikian? Mahasuci Allah yang telah menciptaan dan mengatur seluruh ciptaan-Nya dengan demikian cermat.
Kedua: Maksudnya adalah ketidakmampuan Syetan memperdaya manusia karena puasa membuat menyempitnya saluran darah, tempat ia mengalir. Akibatnya, Syetan tidak bisa memperdaya manusia seperti saat manusia tidak berpuasa. Karena itu, Syetan menjadi seperti terbelenggu, sehingga manusia bisa leluasa beribadah, melakukan ketaatan, dan berbagai macam amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ada beberapa hal yang menguatkan pendapat kedua ini, yaitu bahwa maksud pembelengguan Syetan adalah ketidakmampuannya memperdaya manusia pada bulan Ramadhan, di antaranya:
· Jauhnya Syetan dari orang yang sedang berpuasa dan ketidakmampuannya memperdayanya seperti ketika ia tidak berpuasa, terjadi pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lain. Namun itu lebih pasti terjadi pada bulan Ramadhan, dan tergantung kepada sempurna atau tidaknya puasa seseorang. Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Siapa yang berpuasa secara sempurna, puasanya itu akan menolak Syetan dengan penolakan yang tidak sama dengan penolakan yang dilakukan oleh puasa yang kurang sempurna."
· Orang yang berpuasa berada dalam kondisi beribadah sepanjang siang, sehingga membuat Syetan lebih jauh dari dirinya. Karena itu, puasa laksana sebuah perisai. Puasa berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang waktunya pendek dan memungkinkan Syetan tetap siaga menanti pelakunya selesai menjalankannya. Hal ini berlaku pada orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan juga bulan lainnya.
· Orang yang berpuasa tidak mengikuti syahwat yang merupakan sarana Syetan untuk menguasai manusia sehingga ia bisa menyakiti atau memperdayanya. Ketika manusia membentengi diri dari Syetan yang merupakan musuhnya, berarti ia telah menaklukkannya, melemahkannya, dan selamat dari bahayanya. Dan hal ini juga terjadi pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lain.
· Puasa adalah ibadah yang berisi kesabaran, ketabahan, dan tekad yang kuat. Jika nafsu telah tunduk, keimanan telah memiliki kekuatan tekad, maka Syetan pun akan menjadi lemah, tipu dayanya hanya akan menjadi bisikan. Sesungguhnya tipu daya Syetan adalah lemah. Hal ini pun didapatkan oleh orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan juga bulan-bulan lainnya. Wallâhu a`lam
Sebagian orang mungkin mengira bahwa terdapat kerancuan dalam hal ini. Karena kita masih menemukan sebagian orang melakukan berbagai dosa di bulan Ramadhan. Selain itu, bisikan Syetan, bahkan peristiwa kerasukan juga masih ada di bulan ramadhan, padahal telah disebutkan bahwa Syetan-syetan dibelenggu.
Jawabannya, fakta bahwa sebagian orang masih melakukan hal-hal yang haram pada bulan Ramadhan tidaklah bertentangan dengan pembelengguan Syetan. Boleh jadi godaan itu datang dari Jin atau manusia fasik yang tidak dibelenggu. Boleh jadi juga kejahatan itu karena dominasi syahwat dan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Atau disebabkan oleh kebiasaan pelakunya melakukan hal-hal yang haram.
Imam Al-Qurthubi—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Tidak mesti dengan dibelenggunya seluruh Syetan, kejahatan dan maksiat tidak terjadi sama sekali, karena kejahatan dan maksiat itu memiliki faktor yang tidak hanya berasal dari Syetan, seperti nafsu yang hina, kebiasaan buruk, dan syetan dari kalangan manusia."
Syaikh Abdullah ibnu Jibrin—Semoga Allah memeliharanya—berkata, "Namun kebanyakan orang yang terbiasa melakukan maksiat tetap pada apa yang selama ini mereka lakukan, karena dorongan kebiasaan yang selalu diperturutkan. Walaupun Syetan-syetan dibelenggu, namun sesungguhnya kebiasaan juga dapat mengendalikan seseorang. Ketika terdapat banyak maksiat seperti minuman memabukkan, perzinaan, nyanyian, dan sebagainya pada bulan Ramadhan, maka yang mendorongnya adalah kebiasaan, hawa nafsu yang jahat, syetan dari kalangan manusia, syahwat, godaan-godaan, dan berbagai rayuan yang menggiurkan, seperti film-film porno dan sebagainya. Karena itu, tidak aneh bila maksiat-maksiat ini kita temukan pada bulan Ramadhan, walaupun Syetan-syetan dibelenggu."
Adapun terkait bisikan (was-was) yang dirasakan oleh kaum muslimin pada bulan Ramadhan, sebenarnya bisikan itu ada beberapa macam. Di antaranya adalah bisikan karena sakit, bisikan yang berasal dari nafsu, dan bisikan dari Syetan.
Bisikan-bisikan karena faktor penyakit merupakan bisikan yang tidak bisa ditolak oleh manusia secara total, sampai ia sehat dari penyakit itu. Sedangkan bisikan nafsu adalah apa yang dikatakan oleh nafsu seseorang kepada dirinya. Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Dan nafsu juga memiliki bisikan, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh nafsunya…" [QS. Qâf: 16]
Sedangkan bisikan Syetan adalah sesuatu yang datang dari Syetan, baik yang ada di luar maupun di dalam tubuh manusia. Inilah yang menjadi masalah bagi sebagian orang, karena bagaimana mungkin Syetan bisa membisiki manusia pada bulan Ramadhan padahal mereka dibelenggu?
Jawabannya adalah bahwa pembelengguan tidak menghalangi terjadinya bisikan Syetan. Karena Syetan mungkin saja membisiki manusia dalam keadaan terbelenggu. Pada suatu ketika, Syaikh Abul Hasan Al-Qâbisi ditanya tentang maksud sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Sesungguhnya Syetan-syetan dibelenggu pada bulan Ramadhan." Ia menjawab, "Syetan bisa saja membisiki manusia dalam keadaan terbelenggu."
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Dan Syetan-syetan yang dibelenggu kadang bisa mengganggu manusia. Dan bisikan sudah barang tentu termasuk salah satu yang menyakitkan. Seandainya ia bisa mengganggu, tentu membisiki lebih bisa."
Adapun terjadinya kesurupan atau kemasukan Jin pada bulan Ramadhan, menurut saya, kerasukan ini ada dua macam: kerasukan karena kuatnya Syetan, dan kerasukan karena lemahnya Syetan.
Dalam kerasukan jenis pertama, Jin merasuki tubuh manusia, ada kalanya ia lakukan sendirian, yaitu bila ia sukses menundukkan manusia itu sehingga melakukan perbuatan haram, meninggalkan ketaatan, tidak melawan hawa nafsu, dan cepat marah. Bila sudah seperti itu, Syetan menjadi kuat dan bisa menguasai si manusia.
Ada kalanya pula Jin merasuki manusia dengan bantuan eksternal, berupa Syetan-syetan dari kalangan Jin yang berada di luar tubuh manusia yang kerasukan. Dengan bantuan dari luar itu, Syetan yang berada di dalam tubuh manusia menjadi kuat, sehingga mampu menguasainya. Kedua jenis kerasukan di atas masuk dalam kategori " kerasukan karena kuatnya Jin (Syetan)".
Sedangkan dalam kerasukan jenis kedua, Syetan yang ada di dalam tubuh manusia jika ditekan dengan ruqyah syar`iyah, membaca atau mendengarkan Al-Quran, doa, dan sebagainya, ia akan menjadi lemah, kalah, dan tersakiti, sehingga kekuatannya hilang dan tidak sadarkan diri. Manusia yang menjadi tempat Jin itu pun menjadi hilang kesadaran karenanya. Kesurupan seperti ini adalah disebabkan oleh "lemahnya Jin (Syetan)", karena yang tidak sadarkan diri sebenarnya adalah Jin, bukan manusia. Dan manusia ikut kerasukan karena tubuhnya telah ditempati oleh Jin itu secara total.
Kerasukan yang terjadi pada sebagian orang pada bulan Ramadhan adalah dari jenis kedua ini, yakni kerasukan karena lemahnya Syetan, bukan karena kuatnya. Kerasukan seperti ini tidak bertentangan dengan pembelengguan Syetan, karena yang tidak sadarkan diri pada hakikatnya adalah Jin (Syetan). Sedangkan manusia hanya ikut tidak sadarkan diri saja, karena Jin itu telah menempati jasadnya secara total. Wallâhu a`lam
Ada juga yang mengatakan bahwa pembelengguan Syetan tidak menghalangi terjadinya gangguan Syetan terhadap manusia, seperti yang dikatakan oleh Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya: "Maka kekuatan dan aktivitas mereka menjadi lemah dengan dibelenggu itu. Sehingga pada bulan Ramadhan, mereka tidak mampu melakukan semua yang bisa mereka lakukan di luar Ramadhan. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak mengatakan bahwa Syetan itu dibunuh atau mati, akan tetapi beliau mengatakan bahwa ia dibelenggu. Dan Syetan yang terbelenggu masih bisa mengganggu."
Oleh karena itu, kadang kala gangguan Syetan yang sedang terbelenggu itu masih lebih kuat dibandingkan ketahanan diri sebagian orang, karena imunitas keimanannya demikian lemah, sehingga Syetan itu bisa merasukinya. Dengan demikian, tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Wallâhu a`lam
Akan tetapi, Syetan tetaplah menjadi lemah karena puasa seorang hamba. Ia tidak bisa melakukan semua yang bisa ia lakukan pada saat seseorang tidak berpuasa, terutama pada bulan Ramadhan. Kemampuan memanfaatkan kondisi Syetan yang lemah ini, serta kekuatan dan vitalitas iman yang sedang ada dalam diri kita akan sangat membantu menaklukkan Syetan dan menyelamatkan diri dari kejahatannya. Kemampuan memanfaatkan kedua sisi itu akan menolong kita untuk memperoleh kesehatan prima, menghilangkan penyakit dan masalah-masalah kejiwaan, atau mengatasi berbagai problematika rumah tangga yang dipicu oleh makar dan tipu daya Syetan.
Kita berdoa semoga Allah dengan karunia dan kemurahan-Nya selalu menjaga kita, membantu kita menaklukkan nafsu dan Syetan, serta menunjuki kita ke jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Kita harus memotivasi umat Islam untuk banyak membaca Al-Quran pada bulan Ramadhan, misalnya dengan mengadakan acara-acara perlombaan membaca Al-Quran, penguasaan hukum tajwid, atau hafalan surat-surat penting. Acara perlombaan seperti ini bisa diadakan antar perorangan, keluarga, atau antar kampung (komplek), dengan disponsori oleh para dermawan dan donatur. Lalu hadiahnya dibagikan pada malam atau siang Hari Raya. Usaha-usaha seperti ini diharapkan bisa menghilangkan futûr (lemah semangat) yang sering terjadi pada kebanyakan kaum muslimin setelah dua atau tiga hari memasuki Ramadhan.