Pada suatu hari di bulan Ramadhân, setelah Subuh, pagi-pagi sekali, saya mengalami diare yang sangat parah, sehingga saya diharuskan meminum obat melalui mulut untuk meringankan atau menghentikannya, karena tidak tersedia obat suntikan untuk sakit seperti itu. Lalu dengan rasa berat, saya pun meminum obat, kemudian memberi makan satu orang miskin hari itu juga. Di dalam hati, saya berniat akan meng-qadhâ' puasa hari itu setelah Ramadhan—Insyâ'allâh. Akan tetapi hati kecil saya menyalahkan diri saya sendiri. Ada bisikan di dalam diri saya yang mengatakan bahwa saya telah melakukan perbuatan haram secara sengaja. Sebagai informasi, saya adalah seorang dokter, dan saya tahu bahwa saya perlu meminum obat tersebut. Saya juga menderita penyakit obsesif kompulsif (was-was berlebihan) dalam melakukan thahârah (bersuci) dan ibadah, dan sedang dalam masa perawatan dengan obat-obatan. Saya biasa berada di kamar mandi berjam-jam untuk istinjâ' (membersihkan kotoran) dan bersuci dalam kondisi biasa. Tentu saja akan sangat memberatkan bagi saya jika diare tersebut terus berlanjut, sehingga saya harus berkali-kali masuk ke kamar mandi.Pertanyaan saya, apakah berbukanya saya karena sakit itu hukumnya haram dan (puasa tersebut) tidak akan terganti walaupun saya berpuasa seumur hidup? Ataukah saya dipandang memiliki halangan, dan kelak di luar bulan Ramadhân saya boleh meng-qadhâ'-nya? Mohon penjelasannya, karena masalah ini dapat membuat saya gila.
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Sesungguhnya yang harus Anda lakukan, wahai saudariku, adalah menenangkan diri Anda dan tidak mempedulikan was-was (bisikan) yang Anda rasakan pada saat bersuci ataupun dalam kondisi lain. Ketahuilah bahwa tidak ada obat yang lebih baik bagi penyakit was-was ini daripada berpaling dan tidak mempedulikannya, disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah dan meminta perlindungan-Nya dari keburukan penyakit tersebut.
Adapun tentang berbukanya Anda ketika mengalami diare yang parah sehingga membutuhkan obat itu, sungguh tidak ada masalah dengan tindakan Anda tersebut, jika puasa memang akan mendatangkan kesulitan berat bagi Anda. Dan tidak ada kewajiban lain bagi Anda selain meng-qadhâ'-nya, karena penyakit ini tergolong penyakit yang memiliki harapan sembuh. Allah—Subhânahu wata`âlâ—membolehkan bagi orang yang sakit untuk berbuka pada siang hari Ramadhân. Para ulama juga sepakat tentang kebolehan berbukanya orang sakit secara umum. Dalil mereka adalah firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Maka barang siapa di antara kalian menderita sakit atau sedang berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." [QS. Al-Baqarah: 184]
Para ulama telah memberikan kriteria sakit yang membuat penderitanya boleh berbuka (tidak berpuasa), yaitu penyakit yang semakin parah karena puasa, atau dikhawatirkan kesembuhannya tertunda lantaran berpuasa, atau puasa akan mendatangkan kesulitan yang berat bagi penderitanya. Dan jelas sekali bahwa penyakit Anda tersebut termasuk kategori penyakit yang menyebabkan penderitanya boleh berbuka. Bahkan berbuka bisa menjadi wajib jika meninggalkannya akan menyebabkan kematian atau bahaya.