Saya pernah mengirim pertanyaan sekitar dua minggu yang lalu atau lebih tetapi belum ada jawaban. Oleh karena itu saya mengirim ulang pertanyaan ini karena saya sangat membutuhkan fatwa secepatnya. Pertanyaan pertama, saya menderita penyakit kegemukan yang berlebihan (obesitas). Sekarang saya sedang menjalani pemeriksaan pada dokter khusus, dan mungkin saya akan menjalani operasi pengecilan lambung dalam beberapa hari, atau mungkin juga akan dilakukan pada bulan Ramadhan ini. Setelah setelah menjalani operasi, saya mesti tidak berpuasa karena harus minum obat, ataupun muntah yang terus menerus. Apakah hari-hari saya tidak berpuasa itu harus di-qadhâ' saja ataukah membayar fidyah?
Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Jika obatnya memang harus di minum siang hari dan tidak mungkin diundurkan sampai malam hari, sementara tidak minum obat di siang hari akan berbahaya bagi Anda atau memperlambat kesembuhannya, maka Anda dibolehkan berbuka dengan kondisi seperti ini. Dan kewajiban Anda hanya meng-qadhâ' saja hari-hari yang Anda tinggalkan. Adapun masalah muntah, hal ini sebenarnya tidak membatalkan puasa. Kecuali jika orang yang berpuasa itu muntah dengan disengaja, maka hal ini akan membatalkan puasanya. Dan kewajibannya hanya meng-qadhâ' saja, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia berkata, Rasulullah—Shallallâhu`alaihi wa sallam—bersabda, "Barang siapa yang muntah tidak disengaja maka tidak ada qadhâ' baginya dan barang siapa yang muntah disengaja maka hendaklah ia meng-qadhâ'nya." [HR. Ahmad, menurut Al-Albâni: Shahîh]
Jika setelah operasi Anda menderita sakit dan berbahaya jika berpuasa maka disyariatkan bagi Anda untuk berbuka dan Anda hanya diwajibkan meng-qadhâ' saja. Tidak diragukan lagi bahwa yang lebih utama bagi Anda adalah mengakhirkan operasi sampai setelah bulan Ramadhan, agar Anda dapat melaksanakan puasa Ramadhan secara sempurna.
Bagaimanapun juga, pendapat yang lebih kuat menurut kami—Wallahu a`lam—bahwa apabila seseorang butuh menjalani operasi pada bulan Ramadhan, maka ia boleh melakukannya, walaupun memungkinkan baginya untuk mengakhirkannya sampai setelah bulan Ramadhan. Tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkannya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Sebagai dalil bagi hal ini adalah bahwa Allah mengizinkan orang yang musafir untuk berbuka (tidak berpuasa), walaupun ia tidak harus pergi musafir. Disebutkan dalam kitab "Kasyful Qinâ`", di gabungkan dengan matan kitab "Al-Iqnâ`": "Jika orang yang mukim berniat puasa pada suatu hari, kemudian ditangah-tengah puasanya ia berangkat musafir baik secara terpaksa atau tidak, dengan jarak perjalanan yang dibolehkan untuk berbuka, maka ia boleh berbuka."
Saudari penanya menyebutkan bahwa sekarang ia sedang menjalani pemeriksaan kepada seorang dokter (laki-laki). Kami mengingatkan bahwa jika pemeriksaan ini mengharuskan dibukanya jasad (aurat), maka tidak boleh ia melakukannya jika ia mendapatkan ada dokter perempuan. Kalau tidak ada, maka boleh ia lakukan, karena untuk seuatu kebutuhan yang diakui Syariat.
Wallâhu a`lam.