Jika seorang perempuan meng-qadhâ' puasa Ramadhân yang pernah ia tinggalkan, bolehkah ia membatalkan puasa qadhâ'-nya itu karena keinginan suaminya? Untuk diketahui, ia sudah memberitahu suaminya sebelum berpuasa. Jika suaminya mengancam akan menceraikannya, apa yang harus ia lakukan?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Siapa yang melakukan puasa wajib, seperti meng-qadhâ' puasa Ramadhân, atau puasa kafarat, atau yang lainnya, tidak dibolehkan membatalkannya, dan diharuskan menyelesaikannya. Penulis kitab Asy-Syarh Al-Kabîr mengatakan, "Jika seseorang sudah mulai melaksanakan puasa wajib, misalnya meng-qadhâ' puasa wajib, atau meng-qadhâ' puasa Ramadhân, atau nazar yang ditentukan, atau nazar mutlak (tanpa ditentukan), atau puasa kafarat, ia tidak dibolehkan meninggalkannya, karena puasa wajib yang muta`ayyin (tertentu) adalah wajib ia lakukan, sementara puasa wajib yang tidak muta`ayyin menjadi muta`ayyin ketika ia memulainya, sehingga posisinya sama dengan puasa wajib yang muta`ayyin. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan pendapat, Alhamdulillâh."
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu Hâni'—Semoga Allah meridhainya, bahwa ia berkata, "Suatu ketika, aku berkunjung kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, kemudian beliau membawa minuman dan menyuguhkannya kepadaku, dan aku pun meminumnya. Kemudian aku berkata, 'Wahai Rasulullah, aku telah berbuka, padahal sebelumnya aku berpuasa'. Mendengar itu, beliau bertanya kepadaku, 'Apakah engkau sedang meng-qadhâ' puasa?' Aku berkata, 'Tidak'. Lalu beliau bersabda, 'Tidak ada masalah jika itu puasa sunnah'." [HR. Abû Dâwûd, Sa`îd ibnu Manshûr, dan Al-Atsram]
Dengan demikian, Anda dapat mengetahui, bahwa Anda tidak boleh membatalkan qadhâ' puasa Ramadhân karena keinginan suami, namun Anda wajib memberitahunya dan meminta persetujuannya sebelum Anda mulai berpuasa. Jika ia menyetujui, kemudian Anda berpuasa, lalu ia menginginkan—ketika Anda berpuasa—hal yang diinginkan oleh seorang suami dari istrinya, Anda tidak boleh menaatinya, walaupun ia mengancam dengan talak. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan memberikan baginya jalan keluar." [QS. Ath-Thalâq: 2]. Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk untuk bermaksiat (durhaka) kepada Sang Pencipta.
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan