Apakah keputusan musyawarah itu mengikat bagi pemimpin suatu kelompok atau negara?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Musyawarah adalah mencari pendapat dari orang-orang yang berkompeten dalam suatu urusan agar sampai kepada keputusan yang paling mendekati kebenaran. Pensyariatan musyawarah ini ditetapkan melalui Al-Quran dan Sunnah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Karena itu, maafkanlah mereka, dan mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." [QS. Âli `Imrân: 159]
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa ia berkata, "Allah mengetahui bahwa beliau—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak perlu bermusyawarah dengan mereka, namun Dia ingin agar hal itu diikuti oleh orang-orang setelah beliau."
Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga berfirman (yang artinya): "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka." [QS. Asy-Syûrâ: 38]
Dsalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, "Kalau kalian berdua bersepakat pada satu perkara, aku tidak akan pernah mengingkari kesepakatan musyawarah kalian." [HR. Ahmad]
Hadits lain diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya,ia berkata, "Aku tidak mengetahui ada orang yang lebih banyak bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya daripada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam." [HR. Asy-Syâfi`i dan Al-Baihaqi]
Adapun pertanyaan tentang apakah hasil musyawarah itu mengikat bagi seorang pemimpin dan ia harus tunduk kepada suara mayoritas, ataukah tidak? Terdapat dua pendapat ulama dalam masalah ini. Ada yang berpendapat bahwa hasil musyawarah mengikat dan seorang pemimpin harus melaksanakannya. Mereka beralasan dengan ayat-ayat di atas dan dengan hadits yang diriwayatkan dari Khalid ibnu Ma`dân, bahwa ada seorang shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa dendanya?" Lalu beliau—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Hendaklah engkau bermusyawarah dengan orang yang bijaksana dan kemudian engkau menaatinya." [HR. Al-Jashshâsh dalam kitab Ahkâmul Qur'ân]
Masalah ini masih diperselisihkan oleh para ulama. Tetapi barangkali yang tepat adalah kita katakan bahwa hasil musyawarah mengikat dalam beberapa masalah, dan tidak mengikat dalam masalah yang lain. Keputusan musyawarah mengikat apabila terkait dengan hukum Syariat yang tidak diketahui oleh pemimpin, atau berkenaan dengan masalah-masalah teknis yang hanya diketahui oleh para ahli dan spesialis di bidangnya. Adapun hukum-hukum dan masalah-masalah ijtihadiyyah yang tidak memiliki dalil atau landasan Syar`i, dan hanya murni masalah ijtihad, maka seorang pemimpin harus menggunakan pikirannya, kemudian membulatkan tekad untuk melaksanakan hasil ijtihad-nya itu. Dalam kondisi semacam ini, ia juga boleh meminta pendapat dari para ulama dan spesialis.
Wallâhu a`lam.
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan